Bukittinggi — Saat ini Pemerintah Kota Bukittinggi tengah melelang Lanjutan Pembangunan Drainase dari depan SMPN 1 hingga Rumah Potong Hewan disepanjang jalan Perintis Kemerdekaan dan jalan Pemuda Bukittinggi pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBD) Kota Bukittinggi. Munculnya lelang/tender ini menjadi sorotan bagi Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bukittinggi Ibrayaser, dimana menurutnya anggaran yang digunakan untuk lanjutan tersebut dalam pembahasan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2022 tidak pernah diajukan oleh Pihak Pemkot kepada DPRD, namun secara tiba-tiba saat ini sudah dilelang begitu saja dengan besaran nilai hingga Rp 5.5 miliar.
“Terus terang Saya terkejut mengetahui hal ini, sebab pada saat pembahasan Rancangan APBD 2022 pada akhir tahun 2021 silam, dan bahkan hingga ketok palu APBD TA 2022 pun, anggaran lanjutan pembangunan drainase primer tersebut tidak pernah muncul. Dan itu bisa Saya buktikan, kalau Saya dikatakan mungkin lupa atau tidak teliti dengan cara memeriksa kembali notulen demi notulen rapat selama pembahasan anggaran APBD TA 2022 berlangsung antara DPRD dengan pihak Pemkot,” terangnya. Ibrayaser menyebutkan bahwa dirinya justru pernah menanyakan langsung pada Kepala Dinas PUTR pada saat rapat di Hotel Emersia Batusangkar, apakah anggaran lanjutan Pembangunan Drainase primer dari SMPN 1 hingga Rumah Potong hewan tersebut akan di masukkan kedalam APBD TA 2022, namun menurutnya Kadis PUTR menyebutkan tidak usah.
“Saya sendiri yang menanyakan pada saat itu kepada Kadis PUTR yang saat itu masih dijabat Rahmat AE, karena sebenarnya saya sudah yakin bahwasanya pekerjaan yang dilaksanakan oleh rekanan yang lama itu bakal tidak selesai, namun jawaban Rahmat AE pada waktu itu justru tidak usah, karena katanya pihak rekanan tersebut sudah menggenjot volume pekerjaan mereka pasca turunnya saya kelokasi proyek pekerjaan,” sebutnya. Lanjut Ibrayaser mengatakan bahwa, setelah masa akhir tahun 2021 berakhir, memasuki akhir Januari 2022, Walikota dan Sekda melakukan rapat dengan seluruh Anggota Legislatif di DPRD, guna mengajukan permintaan untuk menggunakan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) atau melakukan pergeseran anggaran APBD TA 2022 untuk melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai tersebut, namun dirinya selaku salah satu anggota badan anggaran DPRD menolak.
“Alasan penolakan saya saat itu, mengingat dana BTT tidak bisa digunakan selain dari dampak bencana alam dan bencana sosial yang tidak diinginkan terjadi kembali, atau arti kata Dana BTT hanya bisa digunakan untuk memperbaiki akibat terjadinya bencana alam ataupun bencana sosial lainnya yang diakibatkan oleh fitrah alam, bukan akibat kelalaian manusia. Sementara pergeseran anggaran tentu tidak segampang itu dilakukan mengigat aturan seperti ,PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana disebutkan musti diatur dalam Peraturan Kepala Daerah terlebih dahulu. Akhirnya, mengingat hal itu saya tentu menolak, dan memang ketika itu saya katakan, jika Walikota dan Sekda tetap ngotot menggunakan BTT ataupun melakukan pergeseran anggaran silakan dan tidak perlu lagi meminta persetujuan DPRD, namun seluruh konsekwensinya tentu ditanggung oleh pihak Pemkot sendiri,” urainya pada Wartawan.
Ditempat terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Bukittinggi Rusdi Nurman justru menyebutkan bahwa Anggaran Lanjutan Pembangunan Drainase Primer dari SMPN 1 hingga Rumah potong hewan Bukittinggi yang tengah dilelang pada LPSE Bukittinggi saat ini anggarannya diajukan saat tengah dilakukan evaluasi Gubernur Sumatera Barat. “Memang saat pengesahan/ketok palu anggaran APBD TA 2022 kita tidak masukkan, namun saat evaluasi Gubernur Sumatera Barat, anggarannya di selipkan/ditambahkan. Hal itu dilakukan menurut Pemkot, saat kita tanyakan alasannya, mereka menyebut ini Urgent dilakukan menimbang dampak yang terjadi pada bekas lokasi pekerjaan lama pasca putusnya kontrak pekerjaan rekanan terdahulu yang sangat memprihatinkan” katanya. Menurut Rusdi, penyisipan/penambahan anggaran saat evaluasi tersebut memang juga saran yang pihaknya berikan saat itu, namun saran tersebut dipertimbangkan agar pihak Pemkot musti juga berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak BPK.
“Itu juga memang saran kita juga, dengan syarat Pemkot harus menyesuaikan secara aturan perundang-undangan, disamping kita juga sarankan agar Walikota ataupun Sekda musti berkonsultasi terlebih dahulu dengan BPK, namun jika tidak dilakukan seperti itu pihak DPRD tentunya tidak akan bertanggung jawab jika dikemudian hari terjadi kesalahan administrasi. Nah.. setelah itu menurut mereka setelah mereka melakukan konsultasi dengan BPK, kata mereka pihak BPK telah membolehkan secara lisan pada waktu itu, karena proses Audit BPK tengah berlangsung, BPK belum mengeluarkan pernyataan pembolehan secara tertulis, dan juga mempertimbangkan waktu yang sangat singkat antara pemutusan kontrak tanggal 26 Desember hingga akhir tanggal 31 Desember 2021, disitulah penyisipan/ penambahan anggaran lanjutan pembangunan Drainase Primer tersebut dimasukkan dengan nilai Rp 5.5 miliar lebih,” jelasnya. Pertimbangan lain yang membuat tindakan penyisipan/penambahan anggaran lanjutan pembangunan drainase Primer tersebut dilakukan, menurutnya pihak Pemkot beralasan, saat ini lokasi bekas pekerjaan lama sangat mengganggu akses lalu lintas dan kegiatan perdagangan masyarakat disekitar lokasi.
“Kalau mempertimbangkan akses publik dan fasilitas umum, tentunya kita sangat mensupport hal itu, namun bagaimanapun aturan perundang-undangan tetap kita utamakan. Intinya, pihak Pemkot sudah mengaku kepada kita bahwa seluruh saran yang kami berikan dijalankan dan bahkan pengakuan terbaru saat kemarin saya mengontak Sekdako lewat Handphone yang menyatakan penyisipan/penambahan anggaran tersebut telah direstui pihak BPK secara tertulis, meskipun bentuk suratnya sampai saat ini belum sampai ke DPRD, kita percayakan sepenuhnya hal itu pada pihak Pemkot” katanya. Ketika ditanya apakah penyisipan/penambahan anggaran saat evaluasi Gubernur berlangsung pasca pengesahan/ketok palu telah dilakukan berdasarkan paripurna DPRD dengan Pemkot dibolehkan secara aturan perundang-undangan, Rusdi mengaku itu memang tidak diperbolehkan.
“Secara aturan perundang-undangan itu memang tidak boleh dilakukan, makanya kami menyarankan kepada pihak Pemkot untuk mengkaji kembali secara aturan serta berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak BPK ataupun BPKP, karena memang selama ini dalam APBD Bukittinggi belum pernah terjadi, dan itupun alasan yang diberikan oleh pihak Pemkot ini merupakan hal yang Urgent dilakukan. Kita berharap pihak Pemkot tidak melanggar aturan apapun dalam mengambil tindakan penyisipan/penambahan anggaran tersebut, sehingga dikemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama,” pungkasnya. (Jhon)
Discussion about this post