Pariaman — Proses eksekusi sengketa lahan seluas 2016 meter persegi oleh Pengadilan Negeri (PN) Pariaman, Rabu (16/3) diwarnai aksi perlawanan dengan menghadang petugas oleh salah satu pihak keluarga tergugat.
Pihak keluarga tergugat tidak terima jika bangunan yang ada di atas lahan sengketa itu dirobohkan alat berat. Perlawanan yang terjadi itu bahkan sudah berlangsung sewaktu petugas keamanan dari Polri/TNI serta Pengadilan Negeri Pariaman mendatangi lokasi untuk mengamankan objek sengketa.
Nurmaidarlis, Panitera PN Pariaman didampingi Syahril sebagai Juru Sita membenarkan adanya kendala sewaktu proses eksekusi yang dilangsungkan. Dia menyebut segala upaya telah dilakukan untuk mendamaikan kedua belah pihak.
“Namun upaya untuk melakukan perdamaian tidak tercapai meskipun segala usaha sudah dilakukan,” sebut Nurmaidarlis di sela-sela proses eksekusi berlangsung, Rabu (16/3).
Sementara itu dari pihak tergugat, AKBP (Purn) Darmansyah sebagai kepala rumah tangga, atau menantu dari pihak tergugat menyatakan proses eksekusi cacat hukum dengan alasan beberapa hal.
“Cacat hukum (proses eksekusi) karena luasnya lebih dan belum ada uang jual beli,” katanya.
Darmansyah mengatakan pihaknya sedang melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan nomor gugatan 76.
“Kita mengadakan perlawan dengan ajukan gugatan ke PN nomor 76. Untuk membatalkan sertifikat di PTUN sekarang sedang berjalan masuk sidang ke 4 besok. Dan kita bersama ketua PN bersedia mengganti kerugian lebih kurang 600 juta, ada harapan di sana, karena ada alat bukti baru seperti surat hibah tahun 1961, hibah tahun 1979 dan 1956,” tukasnya lagi.
Sementara itu, dari pihak penggugat, Indra Jaya yang didampingi kuasa hukum, Zulkifli menerangkan, tanah yang menjadi sengketa memang merupakan bekas harta pusaka namun sudah dibagi-bagikan.
“Nah, karna sudah membagi harta waris, maka kami belilah tanah itu tahun 1983. Dan memang pada medio tahun 1985-1986 sempat berperkara sampai ke Mahkamah Agung. Setelah itu sebagian tanah yang kami beli tadi dijual ke PT Telkom. Jadi tanah PT Telkom itu satu sertifikat dengan lahan yang dieksekusi hari ini,” jelasnya.
Lebih jauh diterangkan, lahan yang dieksekusi merupakan sisa tanah pembelian mereka yang sudah dijual ke PT Telkom. “Sejak itu tanah kami kuasai dan bersertifikat. Dan tanah itu juga pernah kami sewakan ke pembuat meubel namanya Ali Martoko dari tahun 1998 sampai 2018,” ulas Indra.
Namun kata Indra menambahkan, begitu bangunan semi permanen bekas meubel dibongkar karena tidak disewakan lagi, pihak tergugat mengklaim bahwa itu tanah mereka.
“Sempat berdebat beberapa kali di lapangan, bahkan sudah dimediasi niniak mamak. Namun tidak ada hasil, maka kami lanjut proses hukum. Sebab tanah itu mereka kuasai. Sehingga terjadi eksekusi sekarang,” terangnya. (Red)
Discussion about this post