Payakumbuh — Upaya Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dalam mencegah stunting dan mempercepat penurunan resiko stunting terus gencar dilakukan.
Meski Kota Payakumbuh pada tahun 2021 bukan merupakan daerah lokus stunting, namun untuk tahun 2022, Kota Payakumbuh termasuk daerah Intevensi Program Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting bersama daerah lainnya se Indonesia.
Angin segar datang bersamaan dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, sehingga meski anggaran ABPD di dinas terbatas, bisa tetap melaksanakan percepatan penurunan stunting di lapangan dengan didukung oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pembina melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Menurut Kepala DP3AP2KB Kota Payakumbuh AH Agustion didampingi Kabid PPKB Yunimar alias Amak saat ditemui media di kantornya, Kamis (25/11), menyampaikan daerah dibina oleh BKKBN sebagaimana diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, memiliki tugas untuk melaksanakan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).
“Program ini namanya telah berubah menjadi Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau yang disingkat menjadi BANGGA KENCANA,” kata Agustion.
Ditambahkan mantan Kadis Pendidikan Kota Payakumbuh itu, program ini harus dapat mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas, dan persebaran penduduk dan lingkungan hidup, serta meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik atau mandiri dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
“Dalam upaya penurunan stunting peran keluarga merupakan sesuatu yang perlu dioptimalkan. Keluarga perlu memperhatikan periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam pencegahan stunting. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pendampingan kepada keluarga berisiko stunting yaitu terhadap calon pengantin, pendampingan kepada ibu hamil, pendampingan kepada ibu pasca persalinan atau ibu menyusui dan pendampingan kepada bayi baru lahir hingga usia 2 tahun,” jelasnya.
DP3AP2KB Kota Payakumbuh melalui Bidang PPKB juga telah melaksanakan pembentukan kader pendamping keluarga yang berisiko stunting yang di SK kan oleh masing-masing kelurahan sejak 1 Oktober 2021 lalu.
Berdasarkan ketetapan Pewakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat, Kota Payakumbuh maksimal bisa membentuk kader dengan jumlah 92 tim. Pada masing-masing tim terdiri dari 3 orang, 1 orang bidan pembina wilayah, 1 orang dari kader PKK, dan 1 orang dari Kader IMP/KB.
Setelah membentuk Kader, kemudian tim Fasilitator Kota yang terdiri dari TP PKK tingkat Kota, Dinas P3AP2KB, Kordinator PKB Lapangan dan Non PNS, dan Organisasi IBI dengan jumlah sebanyak 13 orang dilatih menjadl fasilitator tingkat kota, yang selanjutnya akan melaksanakan orientasi terhadap Kader Pendamping.
“Mereka mengikuti traning of trainer (TOT) Fasilitator sebagai pelatih kader pendamping keluarga dan dilatih oleh fasilitator tingkat Provinsi Sumatera Barat,” kata Agustion.
Agustion menerangkan, sesuai jadwal, kegiatan kali ini adalah eksekusi dari program orientasi kader pendamping yang dimulai pada tanggal 17 sampai 25 November 2021 yang dibagi 6 Angkatan, yang berjumlah sebanyak 276 orang atau 92 tim.
“Peserta adalah kader pendamping keluarga yang melaksanakan pendampingan kepada sasaran Calon Berisiko Stunting. Calon yang berisiko terjadinya stunting adalah, Catin (Calon Pengantin), Calon Ibu Hamil sampai Pasca bersalin, serta Bayi dan Balita usia 0-59 Bulan,” pungkasnya.
Ditambahkan Agustion, kader-kader ini dilatih memakai aplikasi yang telah diluncurkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada September lalu. Namanya Aplikasi Elektronik Siap Nikah Dan Hamil atau Elsimil. Hal tersebut bertujuan, untuk menekan kasus stunting yang diawali dari pasangan calon pengantin.
Aplikasi Elsimil berfungsi sebagai alat skrining kondisi calon pengantin, yang menghubungkan calon pengantin dengan petugas pendamping, media edukasi tentang kesiapan menikah dan hamil dan alat pantau kepatuhan calon pengantin dalam melakukan treatment peningkatan status gizi.
“Di Indonesia ada sebanyak 14 provinsi termasuk Bali, Kupang, Aceh dan Banyuwangi yang telah melakukan uji coba terhadap aplikasi Elsimil,” pungkas Agustion. (Humas)
Discussion about this post