Kota Solok – Dalam rangka meningkatkan pemahaman bagi Ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi perempuan di Kota Solok tentang tindak pidana perdagangan orang termasuk faktor penyebab dan dampaknya. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) di bawah Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Seksi Pencegahan dan Pelayanan mengadakan pertemuan koordinasi dan kerjasama lintas sektor Organisasi Perempuan Kota Solok tentang penanganan Tindak Pidana Perdangangan Orang (TPPO) tahun 2021, di Aula DPPPA Kota Solok, Selasa (29/6).
Sebanyak 55 orang perwakilan dari GOW Solok menjadi peserta dalam kegiatan tersebut dengan turut menghadirkan Pengurus Wilayah Aliansi Perempuan Peduli Indonesia Daerah Sumbar (ALPPIND), Quartita Evari Hamdiana dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Kota Solok, Bripka Agi Maulana S.H dan Brigadier Dian Anggraini S.S sebagai narasumber.
Selain itu Turut hadir Kabid PPA Yon Maihendri, Kasi Pencegahan dan Pelayan Delmayenti, Ketua GOW Dona Ramadhani Kirana Putra dan Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Solok Indria Reno Triambodo, serta perwakilan dari Bhayangkari Dian Kemala dan IWAPI, DWP, Aisyiah, Salimah, PIL, Alhidayah, Ipemi dan Perwati.
Dalam sambutannya Delfianto menyampaikan, fenomena maraknya persoalan perdagangan orang yang merupakan tindak kejahatan lokal, regional dan internasional di beberapa negara termasuk di Indonesia. TPPO merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara.
“Kegiatan ini menjadi bukti komitmen pemerintah melibatkan semua pihak seperti Organisasi Perempuan dan Organisasi Kemasyarakatan di Kota Solok untuk mampu mencegah dan mengeliminir TPPO,” ungkap Delfianto.
“Kegiatan ini sangat membutuhkan perhatian yang sungguh-sungguh. Saya harap para peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik hingga selesai, sehingga bisa menambah pengetahuan dan wawasan dalam mencegah dan menangani jika terjadi kasus TPPO,” ajak Kadis Delfianto.
Menurut Quartita Evari, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman atau memberi bayaran sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan dalam negara maupun antar negara dengan tujuan yang mengakibatkan orang terekploitasi. Modus TPPO adalah pengiriman tenaga kerja, penculikan, duta seni budaya, kerja paksa, perkawinan pesanan, penjeratan hutang, pengangkatan anak dan lainnya.
Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya penegakan hukum TPPO adalah pelaporan TPPO masih banyak didominasi oleh laporan dari aparat hukum khususnya dari Kepolisian. Kata Quartita Evari, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya belum berinisiatif untuk melakukan pelaporan, apalagi melakukan pemantuan, pengawasan, dan turut bertanggung jawab dalam pencegahan TPPO.
“Harus ada upaya pencegahan dan penanganan menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan serta terkoordinasi dengan baik antara pemerintah pusat, daerah, organisasi keagamaan, LSM, organisasi perempuan, perguruan tinggi, media massa dan seluruh komponen masyarakat. Keberhasilannya sangat tergantung dari besarnya komitmen berbagai pihak baik nasional maupun internasioal,” lanjut Eva. (*)
Discussion about this post