Kota Solok – Indikator penting dalam mengukur derajat kesehatan suatu negara adalah dengan menilai angka kematian ibu dan bayi. Secara garis besar, faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dra. Dessy Syafril, Apt. MPH selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Solok saat membuka kegiatan Pertemuan Antenatal Care (ANC) Terpadu bersama dokter, pengelola ibu dan anak, pengelola imunisasi, ahli gizi, ahli jiwa, patugas Labor, dan penanggung jawab Pustu di Aula Dinas Kesehatan Kota Solok, Senin & Selasa (21-22 Juni 2021).
Ia menjelaskan, penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia atau eklampsia, infeksi, persalinan macet dan abortus.
“Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti Empat Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran),” jelasnya.
Selain itu, tambahnya, Tiga Terlambat (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan) juga dapat mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas.
“Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti Malaria, HIV/AIDS, Tuberkulosis, Sifilis. Penyakit tidak menular seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan jiwa, maupun yang mengalami kekurangan gizi,” terangnya.
Dalam pertemuan tersebut, Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat, NS Aprinur Azwira, S.Kep menjelaskan indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan Antenatal adalah cakupan K1 (kontak pertama) dan K4 (kontak 4 kali) dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi sesuai standar.
“Secara nasional angka cakupan pelayanan Antenatal saat ini sudah tinggi, Walaupun demikian, masih terdapat disparitas antar provinsi dan antar kabupaten atau kota yang variasinya cukup besar. Selain adanya kesenjangan, juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima pelayanan dimana seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga kesehatan (missed opportunity),” ungkap Aprinur.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, lanjutnya, maka pelayanan Antenatal di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan praktik perorangan atau kelompok perlu dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu mencakup upaya promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan Antenatal terpadu dimaksud meliputi, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya sesuai dengan kebutuhan program. (*)
Discussion about this post