Boleh dikatakan, dari sejuta ibu yang ada, Sri Siswani lah yang terlahir sebagai srikandinya. Figure yang mencerminkan ibu yang perkasa. Atas jasanya lah, kiprah pencak silat Pariaman terangkat. Macan yang tidur itu, kini telah bangun. Bersiaplah, hai pendekar!
PARIAMAN, REPINVESCOM
Esi, begitu orang menyapanya. Kesanteran nama seorang Esi yang kental dengan SBI sejak tahun 1987 itu, sukses dikenal berkat kerja kerasnya. Buktinya prestasi yang ditorehkan di bidang olahraga silat, pernah membumingkan nama daerah dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) yang digelar sewaktu di Kalimantan dulu.
Dan sekarang tahun 2018, Esi kembali didaulat menjadi Ketua IPSI Kota Pariaman setelah memilih vakum untuk waktu yang sekian lama. Saudara satu ayah dari Erizal Chaniago, Sekretaris Umum PB-IPSI Pusat itu juga diberi amanah sebagai Sekretaris Umum SBI Sumbar yang mewadahi 13 kabupaten/kota. Selain itu, masih di IPSI, dia juga dipercayakan menjadi Dewan Wasit Juri, IPSI Sumbar.
Sebagai pendekar srikandi sejati, Esi mempunyai kepribadian yang menjunjung tunggu nilai sportifitas. Orang-orang cenderung gapah mengenal Esi melalui aura yang secara tak sadar terpancar di dirinya.
Figure seperti Esi santer disebut satu diantara sekian banyak tuo silek yang tak kenal bosan dan terus eksis meramaikan jagad dunia persilatan Minangkabau, khususnya Kota Pariaman, Sumatera Barat. Sosok ‘perempuan lama’, yang begitu akrab di telinga pendekar-pendekar silat Minangkabau.
Kini Esi mau kembali memimpin IPSI Kota Pariaman dengan mengusung visi misi. “Kita ingin mambangkik batang tarandam di IPSI. Karena pencak silat kita dalam beberapa tahun terakhir vakum, sehingga hampir tak punya prestasi di ajang Porprov. Selain itu kita juga ingin menghidupkan silat tradisional. Sehingga pencak silat sebagai bagian budaya yang tidak terpisahkan dalam kultur adat Minangkabau, dapat terlestarikan,” tutur ibu yang tak pelit senyum itu.
Sekilas. Wanita paruh baya asal Aceh yang lahir 56 tahun silam ini, acap kali membuat orang-orang terkecoh. Apa pasal? Karena di balik senyumannya yang manis, seiring kelembutan tutur kata dan bahasanya yang ramah. Rupa-rupanya berdiri sesosok raga yang garang, tentulah dengan fisik yang selalu sigap.
Di satu sisi. Sebagai korban, di dalam arus kontaminasi politik birokrasi lokal pun tak jarang dirasakannya. Konon, perempuan perkasa ini selalu saja terpinggirkan. Bayangkan! Esi yang sekarang berdinas di kantor Satpol PP dan Damkar Kota Pariaman menjabat ‘staf biasa-biasa saja’.
Padahal kontras, status sosialnya sebagai ASN dengan golongan IV A yang sudah lumayan lama disandangnya itu, sebetulnya bisa menghantarkannya menuju jabatan kepala dinas. Namun salut. Kita patut ‘angkat topi’ untuk ibu perkasa ini. Ia rela dengan posisinya sekarang.
Menjadi pribadi yang pantang menghamba pada jabatan, merupakan mottonya. Dia lah lambang ketulusan jiwa dari seorang ibu yang senantiasa tegar menghadapai badai.
Bravo Bunda, sang pendekar srikandi IPSI.
Discussion about this post