Bukittinggi, Reportaseinvestigasi. Dinilai tidak beretika oleh salah seorang anggota DPRD . Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bukittinggi dalam pertumbuhan silaturrahmi, Senin (17/5) kemaren justru menuduh balik Wakil rakyat Kota Wisata itulah yang tidak beretika.
Karena dalam pertemuan di gedung DPRD itu pulalah melakukan walk out (WO) yang iuga dinilai sudah tidak kondusif dan tidak aspiratif.
Ketua Umum HMI Bukittinggi Muhammad Irvan dan Sekretarisnya Muhammad Arif, dan ketua terpilih Aryandra Putra dalam pertemuan dengan pengurus dan anggota PWI Kota Bukittinggi, Selasa (18/5) siang tadi, sengaja datang untuk menjeiaskan sekaligus mengklarifikasi keterangan pihak DPRD yang menuding HMI tidak beretika dalam pertemuan kedua belah sebagaimana dirilis berbagai media.
Menurut Irfvan dan Arif, sejak awal Wak rakyat yang bagian tanggungjawabnya menerima aspirasi dari lembaga sosial kemasyarakatan dan pemuda bahkan setiap warga kota, sudah terkesan mempersulit keinginan untuk melakukan pertemuan.
“Hanya masalah judul surat untuk ‘audiensi’ oleh pihak sekretariat DPRD untuk merubahnya menjadi silaturrahmi. Judul seakan dijadikan sebagai alasan untuk menolak pertemuan dengan kami”, tegas kedua pengurus inti HMI tersebut.
Irvan membahkan, suasana panas mulai terjadi saat pimpinan sidang Nur Hasra menanyakan kepadanya apa-apa saja tugas DPRD saat memberikan penjelasan langsung dipotong oleh Syaiful Efendi tanpa interupsi dengan suara meninggi serta menggebrak meja.
Bukan hanya itu, saat bicara pun, Irvan yang mengaku harus meninggalkan kegiatan keluarga karena diharuskan hadir, pengeras suara dinilai dimatikan dengan sengaja, mulai membuat suasana memanas.
Merasa sudah tercipta suasana yang tidak kondusif itulah pengurus HMI Bukittinggi langsung melakukan WO, yang kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD dengan mengundang awak media siang itu juga untuk memberikan keterangan menurut versi mereka.
Padahal, tambah Irvan dan Aryandra, sesuai konstitusi, HMI sebagai bagian stakeholder di Bukittinggi juga mempunyai hak untuk mengkritisi kinerja DPRD. Karena itulah mereka mengajukan permintaan audiensi.
Irvan dan Aryandra menyebutkan, sesuai hasil kajian yang dilakukan HMI, sejak dikukuhkan 26 September 2019, DPRD Bukittinggi belum satu pun melahirkan Perda Inisiatif.
“Salah satu indikasi keberpihakan dan aspiratif terhadap kondisi dan kebutuhan rakyat sejauh mana DPRD mampu melahirkan Perda Inisiatif sesuai kondisi daerah dan masyarakat”, tukas Irvan dan Aryandra.
Keduanya menambahkan, sebetulnya masih banyak yang perlu disampaikan dan dipertanyakan tentang kondisi kita dan masyarakat Bukittinggi yang perlu disikapi oleh anggota DPRD.
Dengan sikap yang dilakukan oleh DPRD, HMI Bukittinggi menilai wakil rakyat di sini tidak mau dan tidak siap untuk dikritik. ‘Ini berarti anggota DPRD Bukittinggi sudah menjadi antikritik .
A
Merasa tidak mau menerima masukan dan kritikan, Irvan dan Aryandra dengan kepengurudan HMI Bukittinghi yang bakal dipimpinnya untuk menyampaikan aspirasi dan kritikan hanya kepada OPD yang ada di kota ini.
Menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan legitimasi kepengurusan HMI Bukittinggi yang dalam masa transisi, menurut Irvan, sebelum terbetuk kepengurusan baru,sesuai AD/ART masih memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan.
Demikian juga adanya suara yang menuding HMI seakan memiliki kepentingan dan telah ditunggangi oleh pihak tertentu, Irvan menegaskan bahwa indepensi merupakan harga mati bagi HMI.
“Tidak ada pihak mana pun yang membonceng atau berkepentingan dengan apa yang telah dan akan dilakukan oleh HMI Bukittinggi selama ini”, tandas Irvan. (Pon)
Discussion about this post