Payakumbuh — IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) termasuk prasarana pelayanan dasar suatu kota. Keberadaan IPLT berdampak kepada penurunan pengaruh negatif dari limbah domestik rumah tangga, yaitu limbah tinja.
Sampai saat ini, Kota Payakumbuh berhasil menjadi kota sehat berturut-turut dan berhasil memperoleh predikat daerah bebas BAB sembarangan. Hal ini membuat semakin kuatnya keinginan Wali Kota Riza Falepi agar bagaimana masyarakatnya menyadari pentingnya pengolahan limbah domestik.
Dengan telah berfungsinya IPLT yang baru melalui bantuan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sumbar Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI yang ada di Kelurahan Sungai Durian, Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Pemerintah Kota Payakumbuh semakin bertekad meminimalkan pencemaran sebagai dampak dari air limbah domestik (limbah tinja rumah tangga).
“Dukungan kementerian sangat membuat kita senang dan kita semua berharap kerjasama dan komunikasi yang sudah terjalin dapat terus ditingkatkan, dengan tujuan mengoptimalisasi pelayanan publik di Kota Payakumbuh. IPLT sudah dibangun, pengelolaan selanjutnya ini adalah tantangan bagi kita semua,” kata Riza Falepi saat diwawancara media, Senin (29/3).
Limbah yang telah diolah di IPLT, akan menjadi cairan yang bisa layak dibuang ke badan penerima seperti saluran dan sungai tanpa adanya zat pencemar lagi.
“Tidak mungkin limbah domestik atau tinja bisa diturunkan pencemarannya tanpa instalasi pengolahan,” kata Riza.
Menurut Keterangan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Kota Payakumbuh, Marta Minanda saat ditemui media di kantornya, Senin (29/3), meski IPLT Payakumbuh baru berjalan 2 bulan sejak diresmikan, namun karena sudah meningkatnya jumlah septic tank masyarakat yang sesuai dengan standar teknis ditambah dengan program Pemko yang sudah membangun septic tank bagi sekitar 4000 rumah warga di Payakumbuh sejak 2017 lalu, sampai-sampai saat ini sudah banyak antrian layanan sedot tinja yang masuk.
“Dalam melayani kebutuhan masyarakat Payakumbuh, pemko juga telah memberikan subsidi dalam pelayanan sedot tinja. Dibuktikan dengan pengenaan retribusi layanan sedot tinja kepada masyarakat hanya sebesar Rp. 130.000 saja, sementara itu untuk 1 mobil layanan kita bisa menampung sebanyak 3 kubik lumpur tinja,” papar Marta.
Jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk operasional, sebenarnya dibutuhkan lebih kurang Rp. 380.000 per tiap kali penyedotan, artinya ada biaya sekitar Rp. 250.000 yang disubsidi oleh pemko.
“Biaya ini jauh lebih murah dibandingkan menggunakan jasa swasta,” kata tambahnya.
IPLT Payakumbuh, memiliki bangunan pengolahan terdiri dari 7 instalasi dengan luas lahan sekitar 1 hektar itu dapat menampung maksimal 35 kubik perhari. Saat ini keberadaan IPLT sangat membantu Pemko dalam prioritas pengolahan limbah domestik di wilayah kota. Makin berkurang dampak negatif limbah domestik terhadap pencemaran lingkungan.
Marta juga menyebutkan bagi daerah tetangga yang belum memiliki IPLT, bila berminat kerjasama ikut diolah limbah domestiknya di IPLT Payakumbuh, Pemko siap membuatkan Perwako terkait kerjasama itu.
“Tapi kita tetap menghitung kapasitas daya tampung terlebih dahulu, atau yang disebut idle capacity, berapa yang masih tersisa karena prioritas utama kita tentunya adalah limbah warga Kota Payakumbuh,” kata Marta.
*Sedimen Bernilai Tambah*
Keberadaan IPLT bagi Pemko Payakumbuh sangat memberikan multiplier efek, selain dampak kesehatan bagi masyarakat dengan meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah domestik, ada keuntungan kecil lainnya yang bisa didapatkan yaitu nilai tambah dari output pengelolaan lumpur tinja, yaitu sedimen atau endapan.
Pemko Payakumbuh tengah menyiapkan sarana dan prasarana tambahan agar limbah domestik tersebut dapat terkelola dengan baik dan memiliki nilai tambah. Ada output berbentuk pupuk organik untuk tanaman tertentu yang dihasilkan dari sedimen yang telah diuraikan di pengelolaan IPLT.
“Lumpur tinja yang endapaannya bisa dijadikan pupuk hanyalah nilai tambah dari keberadaan IPLT kita. Untuk pemanfaatannya masih dalam tahap uji coba. sejauh mana bisa dimanfaatkan, maka kita perlu belajar banyak ke daerah yang telah berhasil mengolah dan melakukannya,” kata Marta.
Untuk mendukung itu, kedepan Pemko akan menambah besarnya kapasitas sarana hangar jemur sedimen (Sludge Drying Bed), sementara itu dari 30 kubik limbah yang diolah, ditaksir baru bisa menghasilkan maksimal kira-kira 5 kubik endapan perhari. (Bbz)
Discussion about this post