Perseteruan antara lembaga legislatif dengan eksekutif di Kota Pariaman terus memantik diskusi netizen di jagad sosial media Facebook. Pemicu kehebohan peristiwa itu terjadi gegara 2 postingan akun Facebook Dprd Kota Pariaman. Di antara postingan kontroversi akun-yang membawa nama lembaga resmi legislatif-yang sempat viral itu, diketahui mengupload dokumen Nota Persetujuan Bersama antara Pemko Pariaman dengan DPRD Kota Pariaman tentang Ranperda APBD TA 2018 Kota Pariaman
PARIAMAN, REPORTASEINVESTIGASI.com
Kamis (30/11), DPRD Kota Pariaman kembali melangsungkan rapat paripurna yang sejatinya merupakan (Ranperda) tahapan akhir. Yakni, membahas tentang pengesahan APBD Kota Pariaman TA 2018, tahapan pencapaian (Ranperda) itulah nantinya yang bakal dijadikan Perda.
Terang. Rapat paripurna yang dibahas hingga Jumat dini hari itu, merupakan proses kelanjutan dari sejumlah tahapan-tahapan panjang yang sebelumnya sudah disepakati bersama oleh kedua belah pihak antara eksekutif (Pemerintah Kota Pariaman) dengan lembaga legislatif (DPRD), yang sontak bergejolak. Di tengah perjalanan rapat, Walikota Mukhlis Rahman memilih walkout meninggalkan ruang sidang.
Alasannya, Mukhlis enggan menyepakati nota persetujuan yang dinilai inkonsistensi sikap dari pihak legislatif. Pasalnya, empat kegiatan yang menjadi skala prioritas Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD), yang tak lain merupakan hasil perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahunan, di-include-kan berdasarkan visi misi pembangunan, tiba-tiba dibatalkan DPRD.
Adapun keempat kegiatan yang dibatalkan adalah: pembangunan Masjid Terapung; pembangunan Gedung Olahraga bertaraf internasional; pembangunan Pujasera; serta promosi UMKM Kota Pariaman. Padahal lucunya, tahun 2014, sayembara untuk perencanaan pembangunan Mesjid Terapung telah sukses digelar.
“Yang dibatalkan itu sebetulnya program 6 Kawasan Strategis yang diinput ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Merupakan perencanaan pemerintah periode 5 tahun berdasarkan visi misi pembangunan,” papar Mukhlis yang diwawancarai media di Hotel Safari Inn, pada Sabtu (2/12) malam, Karan Aur, Pariaman.
Agar diketahui, pembatalan 4 kegiatan skala prioritas yang dilakukan oleh DPRD di proses akhir pencapaian, seyogianya telah disepakati bersama dalam sejumlah kesempatan, di antaranya:
- Proses penyusunan KUA
Kepala daerah berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJMD, menyusun rancangan kebijakan umum APBD (RKUA). Penyusunan RKUA berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. RKUA yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD, selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA).
- Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Proses penyusunan dan pembahasan PPAS menjadi PPA adalah sebagai berikut: 1) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemda dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) yang disampaikan oleh kepala daerah; 2) Pembahasan PPAS dengan menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Menentukan urutan program dalam masing-masing urusan. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program;
3) KUA dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD; 4) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan menerbitkan pedoman penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
“Nah, kok tiba-tiba dalam proses penetapan APBD yang digelar bersama DPRD, dibatalkan? Alasannya untuk Mesjid Terapung Amdal belum ada. Segala upaya tentang Amdal kita lakukan, sekarang masih proses, kan masih tahun berjalan? Sedangkan mata anggaran untuk pelaksanaan realisasi Amdal telah disepakati tahun kemaren, sekarang kita masih menunggu keputusan dari dewan Amdal propinsi. Dikarenakan ini menyangkut wilayah zona laut Indonesia yang kewenangannya diatur oleh Pemprov Sumbar. Dan kegiatan pembangunan mesjid itu pun dilaksanakan tahun depan, sekitar beberapa bulan lagi dari sekarang,” terang walikota 2 periode ini.
Malah lucunya, alasan blunder yang diluberkan Ketua DPRD Mardison Mahyuddin untuk pembatalan kegiatan promosi UMKM ke luar negeri juga mendapat sanggahan pimpinan lembaga eksekutif Kota Pariaman ini.
“Dikatakan saya berpergian ke luar negeri, lantas mempostingnya ke media sosial. Urusannya apa? Toh.., kepergian saya ke luar negeri itu pakai uang pribadi, kok malah ngelantur gitu? Bedakan dong, mana yang menjadi urusan pribadi, mana urusan kepentingan publik yang menyangkut program Pemko Pariaman untuk kesejahteraan ekonomi kerakyatan. Urusan tidak digaji selama 6 bulan. Itu pernyataan sikap dari saya, bukan dari Ketua DPRD atau anggota dewan. Kalau tujuannya untuk kesejahteraan rakyat tidak mendapat tempat di legislatif, saya relakan tidak mendapat gaji 6 bulan.” Tandasnya gahar.
Sementara itu, dikutip dari hasil wawancara sebuah media online lokal. Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin mengatakan pihaknya di dewan secara keseluruhan bukan menolak, namun menunda empat kegiatan yang diajukan eksekutif hingga tahun anggaran berikutnya.
“Kita tidak menolak, namun menunda hingga pihak eksekutif menyiapkan dokumen legalitas atau landasan hukum kegiatan agar tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari. Kesepakatan tersebut keluar dari keseluruhan fraksi,” kata Mardison saat dihubungi via telepon, Jumat pagi (1/12/2017).
Ia membantah terkait Amdal pembangunan masjid terapung sepenuhnya disetujui dewan dalam pembahasan KUA PPAS. Ia menjelaskan terkait Amdal, dalam KUA PPAS, pihaknya telah menggarisbawahi akan mengesahkan anggarannya jika pihak eksekutif memperlihatkan Amdal sebelum pengesahan APBD 2018.
“Janji tersebut (Amdal) tidak dipenuhi hingga batas akhir paripurna. Jika dewan menerima, sama saja menjerumuskan kita semua jika hal tersebut nantinya menjadi persoalan hukum. Ini tanda sayang kami pada walikota,” sebutnya.
Kemudian terkait penolakan lainnya seperti pembangunan Stadion Olahraga bertaraf internasional di kawasan Bypass, ia beralasan pihak eksekutif belum merevisi RTRW kawasan tersebut dari kawasan hijau perkotaan. Pihaknya di dewan sepakat menunda hal tersebut hingga pihak eksekutif selesai merevisi RTRW kawasan pembangunan tersebut dari kawasan hijau.
Sedangkan dua kegiatan lainnya, pembangunan Pujasera di Pantai Gandoriah dan promosi UMKM ke luar negeri, Mardison mengatakan dewan sepakat menolak Pujasera karena sudah pernah dibangun sebelumnya dan dinilainya tidak bermanfaat dan juga masih ada bangunan milik masyarakat di kawasan pembangunan yang belum ada penyelesaian.
“Untuk promosi UMKM ke luar negeri kami rasa tidak membawa manfaat besar dan malah menimbulkan kecemburuan masyarakat karena setiap ke luar negeri, justru mereka malah selalu memajang foto-foto di media sosial. Sasarannya tidak jelas, lebih baik intensifkan membuka gerai-gerai promosi di daerah-daerah yang potensial,” sebutnya.
Ia melanjutkan, konsekuensi dari tidak ada kesepakatan antara walikota dan DPRD terkait pengesahan APBD tahun 2018, biarlah masyarakat dan gubernur yang menilainya.
Di sisi lain, Priyaldi, mantan anggota DPRD Kota Pariaman, menyayangkan sikap inkonsisten DPRD Kota Pariaman membatalkan yang seharusnya menjadi kesepakatan bersama. Ia menyebut di kolom komentar akun Facebook Priyaldi Aldi, pembangunan masjid itu adalah visi misi walikota dan wakil walikota periode 2013-2018.
“Saya yang mempimpin sidangnya saat itu. Dan visi misi itu dituangkan dalam RPJMD dan RKPD yang merupakan produk hukum daerah dalam bentuk Perda dan DPRD telah menyetujuinya. Eksekusi dari RKPD itu adalah KUA PPAS dan juga merupakan Perda DPRD mengsyah itu.” Jelasnya.
Legalitas Akun Dprd Kota Pariaman Penyebar Dokumen Ranperda APBD, “Palsu”
Kehebohan di jagad sosial media yang kian meruncing, pasca diumbarnya postingan dokumen Ranperda APBD Kota Pariaman 2018 oleh akun Facebook yang menamakan dirinya Dprd Kota Pariaman, sejauh ini menyisakan polemik.
Pantauan media sebelum postingan itu dihapus, banyak komentar pedas membully postingan itu. Kesahalan yang dilakukan oleh admin akun Dprd Kota Pariaman akibat postingannya yang menyudutkan lembaga eksekutif terutama pribadi Mukhlis Rahman sebagai walikota cukup menohok.
Tak salah keingintahuan publik tentang siapa admin yang mengelola akun tersebut menjadi pusat perhatian. Sepengamatan media menilai sejak Mei 2015, aktivitas akun yang mencatut nama satu lembaga resmi negara ini lebih menjurus kepada aktivitas individu perorangan.
Pasalnya, dalam sejumlah postingan akun ini lebih mendominasi kegiatan Ketua DPRD Mardison Mahyuddin daripada kegiatan lembaga. Sementara dibandingkan dengan aktivitas akun Mardison Mahyuddin II yang sering digunakan oleh Ketua DPRD ini, cenderung vakum.
Namun, berdasarkan telusuran info yang dihimpun, tentang legalitas akun lembaga legislatif Kota Pariaman di Facebook, terindikasi akun “palsu” (perorangan) yang mengatasnamakan lembaga.
Sebab keterangan yang diterima dari sejumlah narasumber yang tak ingin dilibatkan identitasnya, baik dari Bagian Humas Sekretariat DPRD, maupun lainnya, sepakat menyatakan bahwasanya akun Facebook Dprd Kota Pariaman yang mengelola adalah ajudan Mardison Mahyuddin, bukan sekretariat lembaga resmi. “Yang mengelola akun itu ajudan ketua dan ketua, bukan Humas DPRD,” terangnya.
Menyikapi hal tersebut, Azwar Anas, Ketua LAKI Pariaman menyesalkan Pansus Etik DPRD Kota Pariaman melakukan pembiaran terhadap pencatutan nama besar lembaga yang mewakili rakyat tersebut. “Sudah ketahuan ‘belang’nya.” Tutur Anas.
“Mengatasnamakan akun lembaga untuk kepentingan individu perorangan. Jelas ini pelanggaran etik. Dan lagipun, jika ada staf resmi dalam hal ini Bagian Humas DPRD yang memposting dokumen negara seperti mengupload postingan Ranperda APBD Kota Pariaman 2018 yang gagal dan relatif menyudutkan pribadi walikota, itu kepentingannya apa? Dan jika anggota yang berbuat, barangpasti anggota dewan itu melindas etik.” Terangnya.
Dia juga mengingatkan. Tidak pantas menyalahkan orang lain, jikalau akun Dprd Kota Pariaman tersebut dicap sebagai akun palsu. “Jangan pula nanti masyarakat yang disalahkan. Karena memang akun itu bukan akun resmi, karena yang mengelola itu ajudan Ketua DPRD Mardison Mahyuddin. Silahkan posting kegiatan Ketua DPRD terus menerus, tidak ada larangan. Tapi gunakan akun pribadi, jangan memakai nama lembaga untuk komoditas politik.” Paparnya menjelaskan.
Discussion about this post