Malang – Suhu politik pemilihan kepala daerah di Kabupaten Malang 2020 mulai menggeliat, masing – masing paslon secara aktif berkampanye dari kecamatan ke kecamatan, dari desa ke desa, sampai ke pelosok pelosok wilayah di kabupaten Malang.
Kini warga masyarakat Desa Amadanom, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang diresahkan dengan tindakan salah seorang Perangkat Desa Amadanom berinisial D yang diduga ikut berkampanye untuk mendukung salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Malang Tahun 2020.
Menanggapi hal ini, Sarimin selaku Kepala Desa Amadanom saat ditemui di rumahnya menyampaikan bahwa ia sudah memberi tahu dan selalu mengingatkan kepada seluruh perangkat desa agar tidak ikut berkampanye.
“Terus terang saya lengah, saya sudah selalu memberi tahu dan mengingatkan kepada semua perangkat jajaran pemerintah Desa Amadanom agar tidak ikut serta berkampanye. Untuk itu saya mohon maaf,” ucapnya, Minggu (25/10/2020).
Sementara itu, perangkat Desa Amadanom berinisial D saat ditemui di rumah Kepala Desa menyampaikan bahwa dirinya hanya dihubungi oleh Kordes Amadanom berinisial Me melalui via telepon untuk di mintai tolong mengantarkan ke tempat warga yang sedang kerja bakti.
“Saya dihubungi lewat via telepon sama Kordesnya Me, disuruh mengantarkan ke tempat warga yang sedang kerja bakti di Rt 7 dan Rt 8, Rw 03, Dusun Banjar Patoman Barat, Desa Amadanom. Dan saat kampanye pun tidak ngasih apa-apa, cuma mau dibayarin bakso,” terang D.
“Terima kasih sudah diingatkan, untuk ke depannya saya tidak akan mengulangi lagi, dan saya sangat menyesal karena dampaknya juga tidak baik karena saya perangkat desa. Oleh karena itu saya meminta maaf yang sebesar- besarnya kepada semua publik atas kejadian ini, ” imbuhnya.
Dalam hal ini, seharusnya para perangkat desa bisa menahan syahwat politiknya dalam kontestasi Pilkada ini, karna perbuatan yang sepele bisa berdampak fatal terhadap perangkat desa tersebut.
Sebagai mana diatur dalam Pasal 280 ayat (3) UU Tahun 2017 yang berbunyi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye Pemilu.
Pasal 490 UU 7 Tahun 2017, Setiap kepala Desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (Dua Belas Juta Rupiah).
Pasal 494 UU 7 Tahun 2017, Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan atau Anggota badan Permusyawaratan Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).(Narto)
Discussion about this post