Tudingan dugaan perbuatan cabul yang dilakukan EN terhadap anaknya sendiri yang masih berumur 7 tahun, bukan tanpa dasar yang kuat. Perihal tersebut bersumber dari kesaksian DS yang direkam dalam pembicaraan antara DS dengan Nurhayati Kahar. Buktinya, dari informasi yang didapat, keberadaan DS bersama anak-anaknya, tidak lagi satu atap dengan EN sejak bulan Juli silam
PD. PARIAMAN, REPORTASEINVESTIGASI.com
Nauzubillahi Minzaliq.. Sungguh tak terkira betapa malangnya nasib yang diterima oleh Natifa (nama samaran), suatu beban yang barangkali tak sanggup dipikul bagi keluarga besar korban, terlebih ibu kandung korban, DS. Sebab, di usia yang masih sangat dini, Natifa yang seyogianya mendapatkan bimbingan penuh dari orangtuanya untuk mengenali dunia. Miris, malah ironi perlakuan bejat yang dia dapat. Hukum pun enggan bersahabat?
Sudah menjadi santapan masyarakat, ihwal terdapatnya beberapa catatan hasil dari Surat Keterangan Medis Dr. Rika Susanti, Sp.F. Seorang Dokter Spesialis Forensik, yang membuka Klinik Forensik di Jalan M Hatta No. 12 A, Padang. Surat keterangan tersebut diparaf oleh ibu kandung korban DS, atas permintaan tertulis atau atas permintaan resminya. Bernomor register 05/VII/2017, tanggal 13 September 2017.
“Pada hari Rabu tanggal dua puluh enam Juli tahun dua ribu tujuh belas, telah diperiksa atas permintaannya sendiri atau setidaknya atas persetujuannya, dan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Tidak terdapat tanda kekerasan di tubuhnya berupa; 2. Terdapat robekan selaput dara baru; 3. Tidak terdapat tanda kekerasan lain di daerah kemaluan; 4. Tidak terdapat tanda adanya cairan mani di liang senggama (tidak diperiksa laboratorium); 5. Tidak terdapat sel sperma di liang senggama (tidak diperiksa laboratorium).” Demikian petikan Surat Keterangan Medis yang dibuat dengan sesungguhnya dengan menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya, di Padang, (13/9/17).
Selanjutnya, diterangkan pula. Dengan catatan bahwa: a. Adanya tanda kekerasan di tubuh tidak harus berhubungan dengan peristiwa persetubuhan (apabila terdapat), oleh karena kekerasan tersebut dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah peristiwa persetubuhan yang dimaksud; b. Adanya robekan lama pada selaput dara menunjukkan adanya kekerasan yang melewati liang senggama yang terjadi lebih dari 3 – 5 hari sebelum pemeriksaan, sedangkan robekan baru menunjukkan kejadian lebih dini dari waktu atas;
c. Robekan selaput dara sendiri bukan merupakan tanda pasti persetubuhan, meski pada umumnya memang disebabkan oleh persetubuhan; d. Tanda kekerasan lain di daerah kemaluan menunjukkan kemungkinan adanya tindakan kekerasan seksual (pencabulan); e. Ditemukannya cairan mani atau sel sperma di dalam liang senggama merupakan tanda pasti telah terjadinya persetubuhan. Waktu terjadinya persetubuhan tidak selalu dapat ditentukan; f. Pelaku (laki-laki) yang melakukan persetubuhan tidak dapat diketahui tanpa adanya pemeriksaan DNA untuk tujuan tersebut.
Tudingan dugaan perbuatan cabul yang dilakukan EN terhadap anaknya sendiri yang masih berumur 7 tahun, bukan tanpa dasar yang kuat. Perihal tersebut bersumber dari kesaksian DS yang direkam dalam pembicaraan antara DS dengan Nurhayati Kahar. Buktinya, dari informasi yang didapat, keberadaan DS bersama anak-anaknya, tidak lagi satu atap dengan EN sejak bulan Juli silam.
Sementara Nurhayati Kahar sendiri, merupakan sosok aktivis yang berkutat pada Undang-Undang Perlindungan Anak dengan sederet jabatan yang diembannya, sebagai Ketua LPKTPA sekaligus sebagai Ketua KPAI Propinsi Sumbar.
Sekiranya dalam rekaman perbincangan antara DS dengan Nurhayati Kahar yang ada pada media ini, tak berbeda dengan isi pada surat keterangan di atas. Isi rekaman percakapan tersebut dapat didengar, bahwa EN diduga kuat telah melakukan hal yang sama (dugaan tindak pidana pencabulan) sebanyak 2 kali terhadap anak kandungnya, Natifa.
DS yang saat ini tengah berupaya mengajukan cerai terhadap EN, masih dalam rekaman itu, disebut-sebut sempat memergoki perbuatan suaminya yang diduga sedang melakukan aksi terhadap anaknya, bermula dari DS yang mendengar suara jeritan dari korban. “Alah duo kali dilakukan? Taparogok anak mangih sadang lalok malam, tapakiak, kan mode tu?” bunyi percakapan tersebut menerangkan.
Tak ketinggalan seru. Lebih lanjut isi percakapan itu menyebut-nyebut nama Suhatri Bur. “(Wabup Suhatri Bur) Pernah menelpon saya. Dia menanyakan masalah saya dengan EN yang dia dengar dari bisikan orang-orang di luar, heboh. Katanya, dia sudah menganggap saya adiknya, begitu juga dengan EN. Ya, saya jawab. Berat bagi saya menyampaikannya, tanyakan saja sama EN. Terus dia juga menawarkan. “Apakah ada yang mau saya sampaikan ke EN?” Saya bilang, gak usahlah,” sebut DS di rekaman.
DS pun membeberkan alasannya sampai hati mengadukan suaminya EN ke polisi tanggal 29 September 2017 lalu. Ya, yang jelas, harapan dari sang ibu hanyalah untuk mencari tau apa penyebab rasa sakit yang saban hari terus dirasakan oleh anaknya Natifa di bagian pangkal paha itu? Andai kata itu adalah benar akibat ulah dari seseorang yang tak lagi berhati manusia, siapa manusianya? Sayangnya, pertanyaan yang membuat hidupnya DS tak tenang itu sama sekali tidak mendapat respon dari suami.
“Dasar laporan saya, parasaian. Karena disampaikan ke ayahnya bahwa keadaan anak seperti ini (kesakitan), tidak ada reaksi. Tidak ada respon mencari tau apa penyebabnya, siapa pelakunya.” Keluh DS menyatakan alasan melaporkan suaminya ke polisi.
Sepak Terjang EN
Padahal diketahui, profesi sang suami merupakan seorang wartawan yang tak jarang menulis pemberitaan tentang seputar peristiwa kriminal, pun tak terkecuali peristiwa pencabulan.
Sekilas tentang EN, selain berprofesi sebagai wartawan yang aktif menulis di salah satu surat kabar harian terbitan Sumbar, yang banyak menyajikan berita peristiwa seputar kriminalitas, dari rangkuman informasi terpercaya yang berhasil diperoleh media ini. EN juga memiliki jabatan sebagai ketua di salah satu partai peserta Pemilu pada tingkat kecamatan.
Yang menarik, adalah kedekatannya dengan Wakil Bupati Padang Pariaman saat ini. Sebab dari sanalah disebut-sebut cikal bakal keberhasilan EN menduduki jabatan di salah satu perusahaan BUMD, yakni sebagai Dewan Pengawas PDAM Kabupaten Padang Pariaman.
Pasalnya, saat kampanye yang dihelat sewaktu Pilkada Padang Pariaman 2015 silam, nama EN masuk ke dalam daftar Timses (Ring 1) AM-SB dengan jabatan sebagai Tim Penghubung ke KPU. “Iya, dia EN masuk Timses (Ring 1). Orang kepercayaan Suhatri Bur. Kalau saya tidak salah jabatannya adalah sebagai Tim Penghubung ke KPU. Pokoknya Ring 1 orang dekat Suhatri Bur, gitu lah.” Beber narasumber aktual media ini yang meminta dirahasiakan identitasnya.
Kepolisian Gagap, Kasus Dihambat “Orang Hebat”?
Sementara itu, keganjilan lain melirik mandeknya kinerja kepolisian menangani kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang dilaporkan DS, seketika menjadi tanda tanya besar. Benarkah proses perkara pencabulan yang dialami Natifa (anak di bawah umur) yang dilaporkan DS, tengah diintervensi oleh orang “hebat”?
Menjawab hal itu Kasubag Humas Polres Padang Pariaman, Iptu Irwan Sikumbang membantah jika laporan kasus yang ditangani oleh kepolisian seperti ini dapat diintervensi. “Tidak ada orang hebat yang bisa menghentikan kasus ini. Laporan yang masuk ke kepolisian tetap diproses,” jawabnya mantap.
Namun sebelum itu, Iptu Irwan Sikumbang yang telah beberapa kali dihubungi media ini untuk dimintai keterangannya, pada awalnya, Jumat (6/10/17), sekitar pukul 9.19 WIB, tak dapat memberikan keterangan. Sebab katanya saat dihubungi media, dirinya tengah berada di Padang. “Saya lagi di Padang, Pak. Ada perlu beli alat-alat mobil. Saya berjanji akan memberikan informasi nanti habis jumatan. Saya belum sempat bertanya sama rekan-rekan, jadi saya kurang tau informasi. Sekitar jam 2 siang nanti saya konfirmasikan,” ucapnya.
Padahal dari informasi aktual media ini menyebut laporan pengaduan DS masuk tanggal 29 September 2017 lalu, alias selang seminggu dari waktu wawancara/konfirmasi berlangsung. Lebih lanjut, di hari yang sama sekitar pukul 16.52 WIB. Melebihi waktu yang ditentukan tadi, media ini mencoba kembali menghubungi Iptu Irwan Sikumbang. Lamun, siapa sangka, Kasubag Humas Polres membuat pernyataan membingungkan.
“Ya, Pak. Mengenai kasus itu belum bisa kami publikasikan, karena masih penyelidikan, kalau sudah penyidikan baru bisa kami beri tau. Takutnya kami dituntut pula nanti. Komplain orang nanti. Karena kasus ini belum bisa disebut tindak pidana karena masih penyelidikan,” tuturnya.
Anehnya, Kasubag Humas Polres terkesan kebingungan menjawab pertanyaan seputar masuknya laporan. Iptu Irwan Sikumbang seakan gagap menjawab siapa pelapor, siapa terlapor, dan siapa korban (inisial). “Laporan masuknya?? Tanggal berapa, ya.. Hmm…..? Ini kan masih penyelidikan.. Jadi… Siapa pelapor, terlapor, dan korban.. Itu masih di apa, Pak.. Masih diruangan saya belum sempat diambil tadi belum saya catat,” katanya sedikit gagap menjawab.
Apakah mungkin, proses perkara dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang tak lain adalah anak kandung sendiri berusia 7 tahun diduga dilakukan oleh EN, yang saat ini ditangani oleh Kepolisian Resort Padang Pariaman berada di bawah kendali “orang hebat”, seperti buah bibir masyarakat saat ini. Jikalau bukan, toh.. kenapa kepolisian gagap menjawab, seperti ada yang disembunyikan?
Discussion about this post