Paska diputuskannya bahwa pilkada (Pemilihan Serentak 2020) dilanjutkan melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2020, terakhir menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020, dengan serta merta tertundanya pilkada sejak akhir Maret lalu berakhir dan tahapan efektif berlanjut bulan Juni kemarin.
Tantangan pilkada menjadi berubah yang sebelumnya penyelenggara dituntut kerja maksimal, agar pilkada bisa terselenggara secara berkualitas dan menghasilkan pemimpin daerah berkualitas, menjadi bertambah dengan tuntutan bahwa pilkada bisa terlaksana dengan memastikan pemilih, peserta, penyelenggara dan seluruh pihak terkait terhindar dari paparan Covid-19.
Perubahan di atas juga berimplikasi pada adaptasi peran pendidikan politik dan sosialisasi oleh penyelenggara pilkada, sehingga lahir nomenklatur baru dalam peraturan pilkada tentang media sosialisasi di medsos (media sosial) atau media daring (dalam jaringan) sebagai keharusan.
Hal ini menjadi pemantik KPU Padang Pariaman untuk merubah strategi sosialisasi dengan memaksimalkan medsos sebagai pilihan utama, dibanding dengan sosialisasi tatap muka, media cetak/elektronik dan alat peraga (baliho, spanduk, poster dan sebagainya).
Dalam praktiknya, strategi sosialisasi medsos sangat menguntungkan ditilik dari tiga aspek: a. hemat biaya, b. daya jangkau luas, c. ramah protokol kesehatan. Tentu saja aspek protokol kesehatan menjadi alasan utama.
Pilihan media sosialisasi via medsos ini disamping koherens dengan perilaku masyarakat digital yang makin masif, ia punya kemampuan daya jangkau tinggi dan kecepatan hadir di hadapan publik/sasaran. Tentu saja responsif dan mudah dilacak ulang dan dibagi (share).
Hal yang menggembirakan bagi KPU Padang Pariaman melihat respon warga net yang tinggi terhadap medsos yang dikelola lembaga ini, seperti live streaming pencalonan beberapa hari yang lalu misalnya, menjangkau lebih dari 50.000 akun/orang yang mungkin saja satu gadget yang memutar video live tersebut ditonton secara bersamaan beberapa orang.
Beberapa postingan sosialisasi pilkada ada yang menjangkau angka belasan ribu warganet, meskipun banyak juga hanya hanya menjangkau 2.000-an warganet. Secara matematis tentu saja berkali lipat dibanding sosialisasi tatap muka yang hanya menjangkau puluhan orang saja.
Untuk memaksimalkan strategi ini, KPU juga melibatkan 17 Satker PPK dan 103 Satker PPS untuk menjadi bagian program sosialisasi dan pendidikan pemilih ini. Gerakkan jari untuk publikasi, sesimpel itu!
Meski perlu banyak perbaikan demi peningkatan, namun strategi ini sangat ramah protokol kesehatan karena tidak perlu terjadi interaksi antara penyelenggara dan masyarakat dan pihak terkait sehingga tidak terjadi kerumunan massa.
Pilkada sukses sekaligus semua terlindungi dari paparan pandemik ini adalah tugas kita bersama sebagai anak bangsa, maka taati protokol kesehatan dan rawat persaudaraan demi kebersamaan dan kemajuan daerah kita. ***
Discussion about this post