Bukittinggi, INVESTIGASI. Memasukan lebih dari 7.000 dukungan untuk jalur perseorangan sebagai bakal calon (balon) Walikota dan Wakil Walikota Bukittinggi pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) mendatang, H.Muhammad Fadhli,ST,M.Sc dan Drs.H.Yon Afrizal,M.Pd, akhirnya hanya memperoleh surat dukungan sebanyak 1.517 saja.
Hasil Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bukittinggi 20 Juli lalu itu tentu saja membuat satu dari tiga Paslon yang maju lewat jalur perseorangan tidak menerimanya,sekaligus menolak hasil pleno dan langsung meninggalkan ruangan salah satu hotel berbintang di Bukittinggi itu.
Tindak lanjut dari penolakan tersebut bermuara ke dalam surat bernomor :06/MY/07-2020 kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bukiitinggi yang disampaikan tepat batas waktu tiga hari setelah Rapat Pleno, pada tanggal 23 Juli 2020.
H.M.Fadhli kepada awak media, Jumat (25/7) sore kemaren lalu memang mengakui, dari 8.400 surat dukungan yang dibuat dan diedarkanya, hanya sekitar 7000-an yang berhasil dikembalikan. Tokoh yang sempat belasan tahun kuliah dan bekerja di luar negeri ini sebelum pulang kampung untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan daerahnya, juga mengakui dalam proses verifikasi akhirnya mengerucut menjadi 4.000 an surat dukungan.
“Jumlah 4.000 an itu kami nilai sudah dalam keadaan ‘bersih’ karena sudah melewati proses verifikasi dan klarifikasi secara internal kepada para pendukung”, tegas Fadhli tanpa didampingi pasangannya Yon Afrizal yang berhalangan hadir.
Namun dari jumlah itu, tambah Fadhli, berdasarkan proses verifikasi berjenjang tersebut, hanya 1.517 atau sekitar 40 persen saja, surat dukungan saja yang disahkan Pleno KPUD Bukittinggi. Jumlah yang dinilai bersama timnya sangat tidak wajar dan tentu saja ditolak.
Berdasarkan pemantauan dan verifikasi tim yang diturunkannya, Fadhli menyayangkan tugas verifikator KPU dan PPS di lapangan, seperti hanya melakukan pengecekan sekali saja ke lapangan, bila tidak menemui pemberi dukungan, bahkan diantaranya mengaku tidak pernah didatangi oleh petugas
Fadhli juga mengeluhkan ketidakterbukaan petugas lapangan, PPS maupun KPU sendiri ketika timnya meminta hasil rekap verifikasi.
“Kami sangat sulitbl mendapatkan data yang seharusnya dilakukan secara terbuka dan untuk diketahui publik”, tambah Fadhli. Dari akumulasi kekecewaan itulah, sesuai dengan ketentuan yang diberikan kepadanya mengajukan tuntutan kepada Bawaslu dalam batas waktu yang telah ditentukan. (Pon
Discussion about this post