Pasaman-R.Investigasi — Peluru Meriam yang diduga sisa-sisa Perang Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol ditemukan oleh warga di Nagari Ganggo Hilia, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar), Selasa, 07 Juli 2020.
“Peluru tersebut ditemukan oleh salah seorang keturunan Tuanku Imam Bonjol, Bapak Zairil (61), di kawasan halaman belakang rumahnya saat hendak menggali lobang untuk sepiteng, diduga beratnya mencapai dua ton,” kata salah seorang penggiat budaya yang mengetahui penemuan itu, Arbi Tanjung, di Lubuksikaping, Selasa malam, 07 Juli 2020.
Menurutnya, saat ini benda bersejarah tersebut masih diamankan di kediaman salah seorang keturunan pahlawan nasional tersebut, dan direncanakan akan diserahkan sebagai koleksi ke Museum Tuanku Imam Bonjol di Pasaman.
Ia menegaskan, sebagai antisipasi agar benda tersebut tidak dikuasai oleh para kolektor benda-benda antik, Ia bersama sejumlah penggiat lainnya sedang menggalang dana yang akan diserahkan kepada pihak penemu benda itu.
“Kami menargetkan nilai yang terkumpul bisa mencapai minimal Rp2,5 juta sebagai pengganti uang lelah, sehingga benda-benda itu tetap aman dan bisa dijadikan salah satu koleksi di museum itu,” ungkapnya.
Salah seorang penggiat lainnya, Rika Fitriani meminta semua pihak terkait bisa bersuara sama dalam menjaga situs sejarah dan penemuan sisa-sisa Perang Padri itu agar bisa menjadi pengingat dan media pembelajaran bagi generasi penerus bangsa.
“Sebagai Ranah Pahlawan Nasional, Kawasan Bonjol yang menjadi pusat pertahanan Tuanku Imam Bonjol saat memimpin peperangan melawan penjajah Belanda, hampir tidak terekspose dan nyaris luput dari perhatian,” sesalnya.
Ditambahkan penggiat budaya lainnya, Mulyadi Putra menilai sejauh ini perhatian pihak Pemerintah Daerah setempat belum menjadikan upaya pemeliharaan situs-situs bersejarah sebagai program kerjanya.
“Perang Padri bukanlah peristiwa biasa, melainkan sebuah untaian permata yang menjadi saksi bagaimana kegigihan para pendiri negara ini membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan,” tegasnya.
Sebagai anak bangsa, Ia beserta komunitas penggiat lainnya merasa terpanggil untuk turut serta menyelamatkan situs sejarah dan budaya yang tersebar cukup banyak di daerah itu.
“Kami satukan apa yang kami bisa lakukan, yang penting aset sejarah itu bisa diselamatkan,” tutupnya.
Seperti diketahui, Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia, pada 1772.
Tuanku Imam Bonjol wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864.
Ia merupakan salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. (Ris/Budi)
Discussion about this post