Reportaseinvestigasi.com — Aneh-aneh saja kurenah dua orang oknum tak dikenal ini. Dua orang oknum yang mengaku-ngaku sebagai Sandra Dewi dan Mardoni Rangkuti tanpa memperlihatkan identitas dirinya.
Lebih jelasnya, dua oknum yang mengatasnamakan Sandra Dewi dan Mardoni Rangkuti ini adalah “pecatan” Bakorwil KPK Tipikor Sumbar, Riau, Kepri dan Jambi yang diketahui sudah dicabut mandatnya oleh Ketua Umum DPP KPK Tipikor berdasarkan surat bernomor : 01/ST/DPP/KPK-TIPIKOR/VII/2020, perihal Pencabutan Mandat, tertanggal 4 Juni 2020.
Dua orang oknum yang kurang tertib ini, tanpa basa-basi menghubungi Pimred reportaseinvestigasi.com, baik melalui pesan WhatsApp maupun sambungan telpon via seluler, Minggu malam (5/7/2020).
Tujuan oknum-oknum ini menghubungi Pimred reportaseinvestigasi.com tak lain meminta penayangan Hak Jawab atas pemberitaan yang sudah diterbitkan dengan judul “Ketum DPP KPK-Tipikor Terangkan DPD yang Sudah Terbentuk Dilindungi”. Padahal pemberitaan tersebut merupakan pemberitaan ke 2 yang merupakan jawaban atau klarifikasi dari Ketum DPP KPK atas pemberitaan yang pertama dengan judul “DPD KPK Tipikor Sumbar-Riau Dibubarkan”.
“Seolah-olah dua oknum yang tak dikenal ini mencoba mengintervensi media dengan menghubungi saya. Dia bicara soal Kode Etik Jurnalistik tapi seakan tak ada muatan etika,” terang Ikhlas Darma Murya, S.Kom yang karib dipanggil IDM ini.
Lebih jauh, IDM yang memiliki sertifikat kompetensi Wartawan Utama dari Dewan Pers ini menjabarkan. Kurenah dua orang oknum yang mengaku-ngaku sebagai Dewi Sandra dan Mardoni Rangkuti tak perlu ditanggapi.
“Mungkin mereka terlalu awam dengan jurnalisme,” ujar Penanggung Jawab reportaseinvestigasi.com, media yang terverifikasi di Dewan Pers ini.
Wartawan Indonesia, sebut IDM memiliki tugas dan wewenang mencari informasi; mengumpulkan informasi dengan cara memperoleh, menerima dan mendapat informasi; mengolah informasi lalu merangkum informasi tersebut dengan menjadikannya ke dalam bentuk laporan pemberitaan sebagai produk jurnalistik.
“Jadi oknum ini jelas tidak profesional. Meminta Hak Jawab tanpa mengenal kaidah yang terkandung dalam ilmu jurnalisme. Lagi pula mereka meminta untuk meralat statmen yang dikeluarkan oleh Ketum DPP yang jelas-jelas itu bukan ranahnya dia. Sudah lah jawaban yang diberikan tidak substansif. Cara menyampaikan jawaban juga tak paham,” terangnya mantan Pimred Koran Mingguan Investigasi ini.
IDM menjabarkan hakikat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Kode Etik Jurnalistik. Pers katanya, dalam menjalankan peran dan fungsinya, Pers wajib memberi akses yang proporsional kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi memelihara kemerdekaan Pers dan menghormati Hak Jawab yang dimiliki masyarakat. Untuk itu, pedoman Hak Jawab ini disusun sebagai berikut:
Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada Pers yang memublikasikan.
Ditambahkan IDM, Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan. Hak Jawab diajukan langsung kepada Pers yang bersangkutan, dengan tembusan ke Dewan Pers. Dalam hal kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak Jawab diajukan oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai statuta organisasi, atau badan hukum bersangkutan.
Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara tertulis (termasuk digital) dan ditujukan kepada Penanggung Jawab Pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri.
Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung.
Pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya. Pers dapat menolak isi Hak Jawab jika: Panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan.
Ditegaskan lagi oleh Pimred kabardaerah.com ini, Hak Jawab dapat ditolak jika memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan; Pemuatannya dapat menimbulkan pelanggaran hukum; Bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus dilindungi secara hukum.
Hak Jawab dilakukan secara proporsional: Hak Jawab atas pemberitaan atau karya jurnalistik yang keliru dan tidak akurat dilakukan baik pada bagian per bagian atau secara keseluruhan dari informasi yang dipermasalahkan;
Hak Jawab dilayani pada tempat atau program yang sama dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipermasalahkan, kecuali disepakati lain oleh para pihak;
Hak Jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan, talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, atau format lain tetapi bukan dalam format iklan.
Pelaksanaan Hak Jawab harus dilakukan dalam waktu yang secepatnya, atau pada kesempatan pertama sesuai dengan sifat Pers yang bersangkutan: Untuk Pers cetak wajib memuat Hak Jawab pada edisi berikutnya atau selambat-lambatnya pada dua edisi sejak Hak Jawab dimaksud diterima redaksi.
“Untuk pers televisi dan radio wajib memuat Hak Jawab pada program berikutnya. Pemuatan Hak Jawab dilakukan satu kali untuk setiap pemberitaaan. Dalam hal terdapat kekeliruan dan ketidakakuratan fakta yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, Pers wajib meminta maaf,” ucap laki-laki yang sudah kenyang dengan intimidasi dan gertakan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Pers berhak menyunting Hak Jawab sesuai dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, namun tidak boleh mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
Tanggung jawab terhadap isi Hak Jawab ada pada Penanggung Jawab Pers yang mempublikasikannya.
Hak Jawab tidak berlaku lagi jika setelah 2 (dua) bulan sejak berita atau karya jurnalistik dipublikasikan pihak yang dirugikan tidak mengajukan Hak Jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak. Sengketa mengenai pelaksanaan Hak Jawab diselesaikan oleh Dewan Pers.
Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pers yang tidak melayani Hak Jawab selain melanggar Kode Etik Jurnalistik juga dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Dengan demikian, reportaseinvestigasi.com enggan menerbitkan Hak Jawab dari oknum yang tak dikenal tersebut. Selain tidak menyentuh substansi pemberitaan, sanggahan yang disampaikannya terkesan mengintervensi wartawan. Selain itu, kedua oknum yang tidak dikenal ini juga terkesan mengintimidasi wartawan serta memberikan informasi bohong tanpa data yang akurat. Menyanggah statmen dari narasumber yang jelas-jelas bukan ranahnya.
“Karena Hak Jawab yang disampaikan, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Kode Etik Jurnalistik. Maka Hak Jawabnya tidak bisa dimuat,” tukuk IDM mengakhiri. (Robi)
Discussion about this post