Dharmasraya — Kembali menyorot kinerja pejabat pembuat komitmen (PPK) dan juga pengawas pekerjaan pembangunan prasarana pengendalian banjir Batang Timpeh, Kenagarian Muaro Sopan, Kecamatan Padang Laweh, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.
Kuat dugaan PPK memuluskan pekerjaan yang melenceng dari speksifikasi yang telah dibuat berdasarkan kajian kajian teknis sewaktu pembuatan perencanaan.
Pasalnya, pelaksanaan kegiatan PPK Sungai dan Pantai, pada pekerjaan pembangunan prasarana pengendalian banjir Batang Timpeh Kabupaten Dharmasraya, pasangan batu rajut (bronjong) disinyalir menggunakan batu rapuh atau batu cadas yang mudah hancur.
Pekerjaan ini bernomor kontrak HK.02.03/06/BWS.SV/PJSA-WSBH/498077/SP/11/2020. Tanggal kontrak 12 Februari 2020. Dengan pagudana Rp.6.874.439.000 (enam meliar delapan ratus tujuh puluh empat juta empat ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah), serta waktu pelaksanaan 240 hari kelender. Adapun kontraktor pelaksana kegiatan adalah CV Pilar Agung Sejahtera. Dengam konsultan supervisi CV Afiza Limko Konsultan, sumberdana APBN 2020.
Buktinya, pekerjaan ini terkesan sudah mulai hancur ditiban air hujan gerimis.
Untuk diketahui lebih jelas, pekerjaan ini di bawah kepengawasan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera V. SNVT Pelaksanaan Jaringan Air W5, Batang Hari Provinsi Sumatera Barat, Satker SNVT PJSA WS. Batang Hari Provinsi Sumatera Barat.
Menurut Wahyu Damsi, dari lembaga KPK Tipikor Sumbar. Dirinya sangat perlu mempertanyakan tugas pokok PPK dan pengawas pekerjaan proyek BWSS V tersebut.
“Apabila pekerjaan pembangunan prasarana pengendalian banjir Batang Timpeh yang berlokasi di Kenagarian Muaro Sopan, Kecamatan Padang Laweh Dharmasraya itu tidak mengacu kepada spek yang telah dibuat oleh kajian kajian dari konsultan perencana, sebagai ahli teknis yang sudah dirangkum dalam detail engenering desain (DED) dan juga telah disepakati oleh PPK, lalu d dobrak oleh kontraktor nakal tentu akan berorientasi kepada pelanggaran kontrak,” ungkapnya.
Seperti di dalam kontrak memakai batu kali untuk pemasangan batu rajut atau bronjong, ternyata dalam pelaksanaan memakai batu rapuh.
“Tentu sudah jelas daya tahannya sangat berkurang. Seharusnya PPK harus membongkar lagi pasangan batu bronjong yang telah terpasang itu diganti dengan batu kali. Sebab penanggung jawab pekerjaan ini mulai dari awal sampai akhir adalah tanggung jawab PPK, sesuai yang tertuang di dalam Perpres 16/2018 dan fungsinya PPK agar bisa proyek tersebut mencapai output untuk bisa optimal pekerjaannya. Apabila ada indikasi pelanggaran kontrak tentu jelas ada unsur korupsinya,” singkat Wahyu Damsi. (*A*)
Discussion about this post