Kota Pariaman — Mantan Wali Kota Pariaman 2 periode, Mukhlis Rahman buka suara setelah berulang kali disudutkan oleh Pemko Pariaman, terkait Perda Nomor 1 Tahun 2015 yang menjadi landasan Pemko Pariaman di bawah kepemimpinan Genius Umar sekarang, memberlakukan retribusi masuk kawasan wisata Pantai Gandoriah.
Menurut Mukhlis, Perda Nomor 1 Tahun 2015 itu lahir sebagai dasar regulasi pemerintah daerah dalam menetapkan tarif retribusi untuk kawasan wisata Pulau Angso Duo yang menjadi tempat rekreasi, bukan untuk kawasan Pantai Gandoriah. Dan juga fasilitas sarana tempat olahraga, guna meningkatkan pendapatan daerah.
Mukhlis menilai, dalam menetapkan retribusi kawasan wisata untuk menunjang pendapatan daerah, seorang pemimpin haruslah cerdas.
“Goalnya pemimpin itu acuannya UUD 1945. Yakni mensejahterakan rakyat. Bukan menyengsarakan rakyat. Itu dulu dasarnya,” sebut Mukhlis saat wawancara khusus dengan media di sebuah rumah makan kawasan Talao Pauh, Kamis (11/6).
Sebab itu, pemimpin haruslah cerdas dalam mengambil kebijakan dengan menimbang azas kepatutan, kemajemukan, kearifan lokal, serta cerdas melihat situasi. Di situlah peran pemimpin dinilai.
“Saya membangun pariwisata di Kota Pariaman ini sejak menjabat Kabag Humas dulu pada zaman Bupati Zainal Bakar,” terang mantan Wali Kota Pariaman murah senyum ini.
Sedikit mengulas, Mukhlis menerangkan, dulu namanya bukan Gandoriah, tapi pantai stasiun kereta. Lalu diusulkanlah namanya menjadi Pantai Gandoriah berdasarkan cerita rakyat.
“Karna dulu itu ada Nan Tongga, maka disesuaikan namanya jadi Gandoriah. Termasuk Gor Rajo Bujang. Nama-nama itu semua adalah nama tokoh dalam cerita rakyat: Anggun Nan Tongga Magek Jabang,” ulas Mukhlis mengenang.
Nama tersebut dirumbukan terlebih dahulu sebelum diusulkan ke Cabang Dinas Pariwisata Sumbar yang dikepalai ketika itu oleh Urat Masri. “Persis sama dengan penamaan pantai wisata Mandeh di Pesisir Selatan juga berasal dari cerita rakyat,” sebutnya.
Kembali membahas retribusi. Mukhlis membeberkan, dalam meningkatkan PAD di sektor pariwisata, dirinya lebih mengoptimalkan pajak rumah makan dan restoran 10 persen, serta pajak perparkiran.
“Boleh saja memungut retribusi masuk kawasan wisata pantai. Tapi harus cerdas melihat situasi dan kondisi. Seperti event tahunan pesta pantai. Karena masih banyak potensi yang bisa diolah menjadi PAD di sektor pariwisata tanpa memberatkan dan merugikan masyarakat. Karena sekali lagi, goalnya pemimpin itu adalah mensejahterakan rayat sesuai amanat undang-undang,” terang Mukhlis.
Sekedar informasi, Perda Nomor 1 Tahun 2015 yang merupakan perubahan pada Perda Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi dan Tempat Rekreasi, saat ini sudah dirubah untuk kedua kalinya menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2019, yang mana terjadi perubahan pada Pasal 8 ayat (2).
Pada perubahan kedua atas Perda Nomor 4 Tahun 2013 ini, pada Pasal 8 ayat (2) Perda Nomor 1 Tahun 2019 lebih spesifik menyebutkan struktur dan besarnya tarif retribusi:
a. masuk Kawasan Wisata Pantai Gandoriah;
b. masuk Kawasan Wisata Pantai Kata;
c. kawasan Wisata Alam;
d. wisata Sejarah, Wisata Masuk Museum Rumah Tabuik;
e. sandaran Kapal Wisata Pulau;
f. ratribusi Tempat Rekreasi;
Discussion about this post