Dharmasraya — Sepertinya pekerjaan proyek pembangunan prasarana pengendalian banjir Batang Hari Hilir Kabupaten Dharmasraya, tepatnya di Kenagarian Gunung Selasih (Lubuk Bulang) Kecamatan Pulau Punjung, Dharmasraya, Sumatera Barat ada indikasi penyulapan pajak jasa pengurungan, dengan cara pemrosesan menimbun tanah yang didatangi dari tempat lain, untuk penimbunan tanggul pengendalian banjir yang dibutuhkan secukupnya itu, diduga mengemplang pajak penghasilan (PPH) dan juga pajak penambahan nilai kepada negara.
Pasalnya pengurungan tanah, proses menimbun tanah yang didatangi dari suatu tempat itu tidak memiliki izin. Parahnya lagi, tanah penimbunan untuk tanggul penanganan banjir itu ada juga menggunakan tanah humus yang biasa digunakan sebagai pupuk oleh petani.
Diketahui, proyek Rp 13.230.761.000 (tiga belas miliar dua ratus tiga puluh juta tujuh ratus enam puluh satu ribu rupiah) itu, dengan nomor kontrak HK 02.03/01/BWS.SV/ PJSA.WSBH/498077/SP/ 1/2020, ditunjuk sebagai kontraktor pelaksana PT Era Bangunan Sarana dan konsultan supervisi PT Ika Adya Perkasa. Dengan pelaksana kegiatan (PPK) Sungai dan Pantai, atas pekerjaan pembangunan prasarana pengendalian banjir Batang Hari Hilir Kabupaten Dharmasraya.
Kegiatan ini di bawah kepengawasan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sumatera V. Satker SHVT PJSA WS Batang Hari Provinsi Sumatera Barat, terkesan kurang pengawasan.
Menurut sepengetahuan Wahyu Damsi dari anggota KPK Tipikor Sumatera Barat mengatakan, seharusnya perusahaan tidak menerima sumber material yang tidak jelas, yang terindikasi tidak memiliki izin. Dan juga tidak ada NPWP legalitas usaha tentang pengambilan tanah urung untuk menimbun dari suatu tempat ketempat lain yang akan diurug itu.
“Apabila tidak memiliki izin tentu jelas tidak membayar pajak. Setiap ada penggalian komoditas bahan galian dari aktivitas penataan lahan harus mengantongi izin. Kalau tidak ada izin tentu tidak ada bayar pajak kepada negara dan juga tidak ada kontribusi atau kemasukan untuk daerah. Tentu juga tidak ada peningkatan pendapatan asli daerah pada sektor pajak, subsektor pajak bahan galian mineral bukan logam dan batu bara. Jelas jelas merugikan kepada perkembangan ekonomi daerah itu sendiri. Jelas ini pengemplangan pajak,” tegas Wahyu.
Kepala daerah dan jajarannya, terangnya lagi, bahkan sampai ke wali nagari juga paham tentang pajak. “Kalau jelas telah menghilangkan pajak sangsinya tentu ada seperti didenda pidana dan kurungan. Apalagi wali nagarinya harus mengkaji juga mengenai fasalitas umum yang digunakan perusahaan itu. Seperti tanahnya berserakan di akses jalan umum. Itu harus dipikirkan juga keselamatan orang banyak terkait masalah timbunan tanah humus .Tanah humus itukan tanah subur yang biasa digunakan oleh petani untuk pupuk. Sudah jelas tidak layak digunakan,” jelasnya.
“Wah, ini benar benar ada indikasi pembiaran dari pengawasnya, wajarlah kegiatannya yang di Koto Baru itu amblas. Sepertinya kontraktornya nakal juga ini,” ujarnya Wahyu lagi.
Sementara dari pihak Dinas Perizinan Satu Pintu Kabupaten Dharmasraya, Perri saat dihubungi via ponselnya mengatakan dengan jelas, mengenai izin pengambilan tanah di Lubuk Bulang yang menggunakan alat exavator itu belum ada izinnya, singkatnya Perri. (*A*)
Discussion about this post