Oleh : Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di sebuah ruas jalan yang tengah digarap alat berat di Simpang Tabek kecamatan Padang Laweh, Kepala Kejaksaan Negeri Dharmasraya Sumanggar Siagian, S.H., M.H., berdiri memperhatikan setiap detail proses pekerjaan.
Meski cuaca agak sedikit panas tidak menghalangi langkahnya untuk turun langsung ke lapangan. Bagi Sumanggar, pendampingan hukum bukan hanya sebatas tanda tangan atau laporan administrasi, melainkan hadir di lokasi untuk memastikan pembangunan benar-benar berjalan sesuai aturan.
“Kami ingin pembangunan ini tidak menyisakan persoalan di belakang hari,” ujarnya saat meninjau proyek Penanganan Long Segment Simpang Tabek – Padang Laweh (R.108), beberapa waktu lalu.
Kedatangan Kajari bukan sendirian. Ia didampingi Plt. Kepala Dinas PUPR Catur Eby, Kepala Seksi Datun Teguh Prayogi, S.H., M.H., beserta Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN). Dari sisi teknis, Kabid Bina Marga Dinas PUPR Willy Kurniawan serta Koordinator Lapangan Feri memberi paparan mengenai progres dan kendala yang dihadapi.
Dialog di tepi badan jalan itu memperlihatkan bagaimana peran kejaksaan mulai bergeserdari yang selama ini sering dianggap sekadar “penegak hukum ketika terjadi masalah”, kini menjadi mitra strategis sejak tahap pelaksanaan pembangunan.
Pendampingan hukum, menurut Kejari Dharmasraya, ditujukan untuk memastikan pekerjaan tepat regulasi, tepat mutu, tepat waktu, dan bebas dari potensi penyimpangan. “Pengawasan sejak awal mengurangi risiko terjadinya tindak pidana korupsi. Kami ingin uang negara digunakan optimal untuk masyarakat,” ujar Teguh.
Pembangunan jalan Simpang Tabek sejak tahun 2025 ini menggunakan Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit, dengan nilai kontrak Rp 3.035.704.622. Pelaksanaannya dilakukan oleh PT Citra Muda Noer Bersaudara, berdasarkan kontrak tertanggal 9 Oktober 2025. Pekerjaan dijadwalkan berlangsung dari 10 Oktober hingga 18 Desember 2025.
Ruas ini menjadi salah satu jalur penting yang menghubungkan sejumlah nagari di Kecamatan Timpeh dan Padang Laweh. Mobilitas masyarakat, distribusi hasil pertanian, hingga akses ke fasilitas publik bergantung pada keberadaan jalan tersebut.
Di sela peninjauan, sejumlah warga yang melintas ikut berhenti sejenak. Bagi mereka, kehadiran aparat penegak hukum di lapangan memunculkan optimisme baru. Sudah terlalu sering pembangunan jalan menyisakan keluhan seperti mutu yang tidak sesuai, cepat rusak, atau rampung mepet tenggat waktu tanpa pengawasan memadai.
“Kalau jalan ini bagus, kami petani karet dan sawit jadi lebih mudah bawa hasil panen,” kata seorang warga Padang Laweh yang melintas.
Pemerintah daerah sendiri menargetkan ruas ini mampu menjadi simpul baru pertumbuhan ekonomi. Jalan yang mulus akan mengurangi biaya logistik, mempersingkat waktu tempuh, dan membuka peluang investasi di kawasan yang selama ini bergantung pada sektor perkebunan.
Sinergi antara Kejaksaan dan Dinas PUPR Dharmasraya kini menjadi contoh pendekatan pembangunan yang berbasis akuntabilitas. Pendampingan hukum bukan intervensi, bukan pula kontrol berlebihan, tetapi jaminan agar setiap rupiah dana publik, khususnya DBH Sawit sejatinya betul – betul kembali kepada masyarakat dalam bentuk infrastruktur yang berkualitas.
Bagi Kajari Sumanggar Siagian, pengawasan lapangan merupakan cara memperkuat kepercayaan publik. “Masyarakat berhak mendapat pembangunan terbaik. Dan tugas kami memastikan itu berjalan,” tuturnya.
Pada akhirnya, pembangunan jalan bukan hanya persoalan teknis penghamparan aspal. Ia adalah cerita tentang komitmen, tanggung jawab, dan hadirnya negara melalui kolaborasi yang sehat antara pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Jika jalan ini kelak mulus dan memberi manfaat luas, maka kerja-kerja pendampingan seperti inilah yang menjadi fondasi sunyi di balik keberhasilan pembangunan dimegeri yang berjuluk Petro dolar itu.***


Discussion about this post