Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di bawah terik matahari siang, debu menari di sepanjang ruas Jalan Simpang Blok E menuju Sipangkur, Kecamatan Tiumang. Lubang-lubang besar yang menganga di badan jalan memaksa kendaraan melaju pelan, berguncang di antara genangan lumpur sisa hujan yang belum kering semalam.
Di titik itu, Bupati Dharmasraya Annisa Suci Ramadhani turun langsung dari mobnas berplat BA 1 V , menapaki aspal yang tengah mengelupas, disambut warga dan sejumlah anggota legislator.
“Kalau bukan sekarang diperbaiki, entah kapan lagi,” ucap Annisa sembari menatap jalan yang retak-retak. Kalimat sederhana itu seolah mewakili rasa lelah sekaligus harapan masyarakat Dharmasraya yang telah bertahun-tahun menunggu jalan mereka tersentuh untuk perbaikan.
Namun, di balik langkah Annisa yang tampak ringan, terselip beban fiskal yang berat. Pemerintah Daerah saat ini menghadapi defisit anggaran mencapai Rp 96 miliar jumlah angka yang cukup tinggi. Kondisi itu memaksa pemerintah melakukan efisiensi di berbagai bidang.
Meski demikian, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025, Annisa tetap menyelipkan anggaran Rp 6,6 miliar untuk memperbaiki sejumlah ruas jalan yang rusak di kabupaten ranah cati nan tigo itu, ” tutur Srikandi itu
“Pemerintah daerah berusaha semaksimal mungkin memperhatikan kebutuhan masyarakat, walaupun di era keterbatasan anggaran. Infrastruktur jalan dan jembatan adalah urat nadi ekonomi yang harus kita jaga,” ujarnya.
Ruas-ruas jalan yang akan diperbaiki tersebar di beberapa kecamatan: Jalan Simpang Blok E Sipangkur, Pulai persis di Simpang Tabek, lanjut ke Simpang Lawai serta Sitiung lama menjadi prioritas utama. Tak besar, tapi cukup untuk menambal rasa kecewa warga yang sudah lebih dari dua dekade menunggu aspal baru.
Kehadiran Bupati Annisa ke lapangan tak hanya simbolik. Ia didampingi Wakil pimpinan DPRD Dharmasraya Sujito dan anggota DPRD lainnya seperti Bayu Irawan, Poniman, dan Rosandi Sanjaya Putra. Di Sungai Duo, Sitiung, rombongan disambut hangat oleh warga dan para Wali Nagari.
Bagi Bayu Irawan, langkah ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tapi penanda arah politik anggaran yang pro rakyat.“Kami mengapresiasi Ibu Bupati yang tetap fokus pada kebutuhan masyarakat di tengah keterbatasan fiskal. Ini langkah nyata yang sudah lama ditunggu,” katanya.
Poniman, anggota DPRD lain, menilai apa yang dilakukan Bupati Annisa sebagai bentuk konsistensi dalam membangun daerah secara bertahap.
“Walaupun baru beberapa titik, yang penting sudah mulai dilakukan. DPRD siap mengawal agar anggarannya tepat sasaran,” ucapnya.
Rinciannya memang terukur dan sederhana. Jalan Koto Baru–Silago mendapat alokasi Rp1,5 miliar, pelebaran Jalan di samping RSUD Lama sebesar Rp 450 juta, dan rehabilitasi Jalan Padang Hilalang–Lubuk Labu senilai Rp 300 juta. Ada pula Rp1,5 miliar untuk pembangunan Jalan Simpang Blok E–Sipangkur. Ini merupakan ruas jalan yang menjadi simbol harapan warga.
Sisanya dibagi untuk titik-titik lain seperti Pulai–Simpang Tabek (Rp600 juta), Simpang Lawai Gunung Medan–Sitiung Lama (Rp500 juta), Simpang Mirowave–Sungai Duo (Rp500 juta), dan Ampalu–Koto Salak (Rp 700 juta).
Bagi sebagian orang, jumlah itu kecil dibanding panjang jalan yang rusak. Tapi di tengah tekanan fiskal dan kebijakan efisiensi nasional, alokasi Rp 6,6 miliar menjadi tanda bahwa pemerintah masih berupaya berjalan di antara celah sempit.
Dharmasraya bukan satu – satunya daerah yang berjuang menyeimbangkan pembangunan dan keterbatasan fiskal. Namun, karakter geografisnya yang luas dengan konektivitas antarwilayah yang bergantung pada jalan darat menjadikan infrastruktur sebagai kebutuhan paling mendesak saat ini.
“Kalau jalan bagus, ekonomi ikut hidup. Kami tidak banyak minta, asal bisa angkut hasil tani dengan lancar,” ujar Arif Gumensa, Wali Nagari Sipangkur, sambil memperlihatkan bekas tambalan jalan yang kembali rusak karena truk sawit.
Di mata masyarakat seperti Arif, langkah Annisa mungkin tampak kecil. Tapi ketika banyak kepala daerah memilih diam di tengah krisis fiskal, keberanian untuk tetap menggerakkan anggaran. Meski hanya Rp 6,6 miliar, tapi hal ini bisa berarti sangat besar.
Bagi Annisa, persoalan jalan bukan sekadar proyek, melainkan simbol keberpihakan.“Pemerintah daerah harus terus bergerak, walau satu demi satu. Tidak semua bisa diselesaikan sekaligus, tapi kalau kita berhenti, maka tidak akan ada perubahan sama sekali,” katanya dengan pelan.
Di penghujung kunjungan, debu kembali beterbangan di belakang iring-iringan kendaraan dinas. Namun kali ini, di antara debu itu terselip secercah keyakinan: bahwa langkah kecil di tengah keterbatasan pun bisa membawa arah menuju perubahan besar.***
Discussion about this post