Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Di tengah semarak kegiatan ” Bersatu Bhakti Negeri ” yang berlangsung sejak 20 hingga 24 Oktober 2025 di pelataran Kantor Kejaksaan Negeri Dharmasraya, ada satu sudut yang tak pernah sepi yakni Stand DPRD Dharmasraya. Di sinilah denyut aspirasi rakyat terasa nyata. Masyarakat dari berbagai nagari datang silih berganti, menyampaikan ide, kritik, dan harapan kepada para wakilnya yang duduk disingasana.
Kegiatan yang mengusung semangat kolaborasi lintas lembaga ini ternyata menjadi ruang publik yang hidup bagi DPRD untuk mendengar langsung suara rakyat tanpa batas formalitas.
“Inilah esensi demokrasi partisipatif yang kami harapkan. DPRD tidak hanya menunggu laporan, tapi turun langsung mendengar rakyat berbicara,” ujar Ketua DPRD Dharmasraya, Jemi Hendra, di sela kegiatan, Jumat (24/10/2025).
Dari puluhan aspirasi yang terkumpul, muncul sejumlah usulan menarik. Salah satunya datang dari kalangan pendidik dan pemuda yang menginginkan penguatan literasi tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Ibu (Minangkabau), dan Bahasa Inggris di sekolah-sekolah.
Mereka juga mendorong agar pelestarian budaya lokal menjadi bagian dari kurikulum sekolah dan kegiatan pemerintahan, misalnya dengan mengenakan batik khas Dharmasraya pada hari-hari tertentu.
“Identitas daerah harus hidup di tengah arus globalisasi. Kami bangga mendengar aspirasi seperti ini muncul dari masyarakat sendiri,” kata Jemi Hendra dengan nada optimistis.
Sementara itu, dari wilayah Nagari Sungai Kambut, masyarakat mengusulkan pembangunan jalan rigid beton yang menghubungkan Jorong Cibaru Panjang dan Pulau Sungai. Ruas jalan ini disebut-sebut sebagai jalur vital ekonomi masyarakat setempat yang selama ini masih sulit dilalui kendaraan berat.
“Pembangunan infrastruktur bukan sekadar memperbaiki jalan, tapi juga membuka akses ekonomi dan pemerataan pembangunan,” tambah Irwan Zamrud, Plt. Sekretaris DPRD Dharmasraya, yang turut memantau langsung kegiatan tersebut.
Tak semua aspirasi berbicara soal pembangunan fisik. Ada juga suara lirih yang menggugah empati.
Seorang warga, Mesta Putri Nurhayu, dalam surat aspirasinya mengusulkan agar pemerintah memberi perhatian lebih kepada para lanjut usia (lansia) yang sudah tidak produktif.
“Saya berharap pemerintah lebih memperhatikan lansia di sekitar kita, karena mereka sudah tidak lagi bekerja dan membutuhkan uluran tangan,” tulis Mesta.
Aspirasi sederhana ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati juga mencakup keadilan sosial dan kesejahteraan manusia.
Selama kegiatan berlangsung, puluhan aspirasi masyarakat berhasil dihimpun. Menurut Irwan Zamrud, seluruh usulan itu akan dilaporkan kepada pimpinan DPRD dan diteruskan ke pihak eksekutif untuk ditelaah lebih lanjut sesuai kewenangan masing-masing perangkat daerah.
“Setiap suara yang masuk kami anggap penting. Tidak ada aspirasi yang sia-sia,” tukas Irwan.
Ketua DPRD, Jemi Hendra, menegaskan bahwa pola seperti ini akan terus dikembangkan sebagai bagian dari transformasi peran DPRD menjadi jembatan komunikasi aktif antara rakyat dan pemerintah dalam mendorong pembangunan.
“Kami tidak ingin DPRD hanya menjadi ruang sidang dan rapat. Kami ingin DPRD menjadi ruang dialog publik, tempat masyarakat bisa berbicara dan didengar,” ujarnya.
Kegiatan Dharmasraya Bersatu Bhakti Negeri mungkin telah usai, namun semangat yang ditinggalkannya masih bergaung. Di tengah hiruk-pikuk stand pameran dan hiburan rakyat, DPRD Dharmasraya menunjukkan wajah lain dari wakil rakyat: mendengar, mencatat, dan bertindak.
Karena sejatinya, pembangunan bukan hanya soal proyek dan angka dalam APBD, tetapi tentang bagaimana setiap warga merasa bahwa suaranya benar-benar diperhitungkan.***



Discussion about this post