Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Pulau Punjung – Pagi itu, persis di pelataran Kantor Kejaksaan Negeri Dharmasraya berubah wajah. Deretan tenda putih berdiri rapi, spanduk warna merah marun bertuliskan “Dharmasraya Bersatu Bhakti Negeri” meneduhkan halaman yang biasanya kaku dan formal.
Suara musik, tawa anak-anak, dan langkah-langkah warga yang datang beriringan seolah menandai bahwa hari itu, keadilan tak lagi hanya di ruang sidang, namun kali ini ia hadir di tengah kehidupan sehari-hari.
“Ini bukan tentang hukum semata,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Dharmasraya, Ariana Juliastuty, dengan senyum tipis yang tak pernah benar-benar hilang dari raut wajahnya. “Kami ingin Kejaksaan menjadi bagian dari denyut nadi masyarakat. Tempat yang bisa mereka datangi bukan karena perkara, tapi karena kepercayaan.” lirihnya.
Selama empat hari, dari 20 hingga 23 Oktober 2025, Kejari Dharmasraya menjelma menjadi simpul pelayanan publik dan bakti sosial. Lebih dari 50 stand layanan berdiri di sana. Mulai dari Kejaksaan sendiri hingga Polres, PLN, Baznas, Kemenag, BPJS, IDI, PMI, hingga Bank Nagari. Semua bersatu, ada disana dalam satu niat yakni memberi ruang bagi masyarakat untuk merasakan pelayanan negara secara langsung, tanpa ada jarak pembatas.
Di salah satu sudut tenda, seorang ibu muda tengah menimang bayinya sembari menunggu giliran pemeriksaan kesehatan. “Biasanya harus ke puskesmas yang jauh,” katanya dengan nada tenang. “Sekarang dekat, cepat, dan gratis pula lagi “.Tak jauh dari sana, beberapa bocah berbaris rapi menunggu giliran khitan tampak tegang, sebagian lain menahan tawa.
Program yang diusung dengan tema “Dharmasraya Bersatu, Bhakti Negeri” ini tak sekadar seremoni. Di balik layar, puluhan pegawai Kejari, anggota Ikatan Adhyaksa Dharmakarini (IAD), dan relawan lintas instansi bergotong royong sejak pagi hingga sore.
Dibalik itu ada rasa haru ketika melihat masyarakat datang, bukan untuk mengeluh, tapi untuk tersenyum,” ujar Leli Arni, Wakil Bupati Dharmasraya, yang membuka kegiatan. “Inilah bentuk nyata dari kolaborasi yang kita cita-citakan semakin terasa. Dimana pemerintah ikut hadir, lembaga hadir, dan rakyat merasakan.”
Dari tenda lain terdengar pula suara MC yang mengajak warga mengikuti fun games. Sementara di pojok seberang, seorang bapak tua menandatangani berkas isbat nikah tanda legalitas yang telah ia nantikan puluhan tahun. Di meja berikutnya, petugas ATR/BPN sibuk membantu warga memperbarui data tanah. Disisi lain sang dokter dari IDI dan perawat PMI menyiapkan alat donor darah.
Bagi sebagian orang, mungkin ini hanya kegiatan sosial tahunan. Namun bagi warga lain seperti Mak Nur, pedagang kecil dari Sitiung, acara ini punya makna lebih dalam. “Kalau semua instansi bisa begini, kami rakyat kecil tak merasa jauh lagi,” katanya seraya menenteng sembako dari program tebus murah. Matanya berkaca-kaca, antara lega dan haru.
Ketua DPRD Dharmasraya, Jemi Hendra, yang turut hadir, menilai kegiatan semacam ini adalah “jembatan empati” antara lembaga negara dan rakyat. “Sinergi bukan hanya kata di spanduk. Di sini kita melihatnya hidup, dalam pelayanan, dalam tawa, keikhlasan yang tulus, tapi penuh makna tersirat.” ucapnya.
Sore mulai turun ketika Ariana kembali berkeliling di area kegiatan. Di tangannya, secangkir kopi hangat yang disodorkan seorang pedagang UMKM lokal. Ia tersenyum, menatap warga yang masih memadati lokasi. “Kalau negara hadir dengan hati,” katanya pelan, “rakyat tak akan pernah kehilangan harapan.
Empat hari itu sebentar saja, mungkin akan berlalu, tapi kesannya tertinggal lama. Di pelataran kantor yang biasanya sunyi, kini tersisa jejak langkah, tawa, dan kisah kecil tentang bagaimana keadilan dan kasih bisa berjalan beriringan, seiring dengan berjalannya waktu di tengah pasar tenda dan aroma obat antiseptik.***
Discussion about this post