Solok Selatan — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG) di Solok Selatan dengan tema “10 Tahun SLG: Membangun Budaya Sadar, Siaga, dan Selamat dalam Menghadapi Gempabumi dan Tsunami.”
Kegiatan berlangsung di Aula Sarantau Sasurambi Kantor Bupati Solok Selatan pada Selasa (14/10/2025).
Hadir dalam kegiatan itu Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Dr. Daryono, Kepala Balai Besar MKG Wilayah I Hendro Nugroho, Bupati Solok Selatan Khairunas, Wakil Bupati Yulian Efi, Anggota Komisi V DPR RI Zigo Rolanda, serta Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Padang Panjang Suaidi Ahaidi.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono mengatakan bahwa kegiatan SLG ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat dengan konsep ‘zero victim’ atau nol korban jiwa karena masyarakat tahu cara menyelamatkan diri saat bencana terjadi.
Ia memaparkan bahwa Solok Selatan dikelilingi empat segmen aktif, yaitu Suliti, Sianok, Sumani, dan Siulak.
Berdasarkan catatan sejarah, segmen-segmen ini pernah memicu gempa besar, diantaranya Tahun 1909 (magnitudo 7,6), Tahun 1943 (magnitudo 7,0), Tahun 1995 (magnitudo 6,7), dan 2007 (magnitudo 6,3).
“Gempa tidak bisa diprediksi, dan gempa tidak membunuh, yang membunuh adalah bangunan yang roboh. Selama bangunan kita tidak tahan gempa, maka potensi korban tetap ada,” jelasnya.
Daryono menegaskan pentingnya membangun infrastruktur yang tangguh dan beradaptasi dengan karakter alam.
“Kita harus hidup harmoni dengan gempa. Dengan mitigasi yang baik, Solok Selatan tidak hanya aman, tapi juga bisa menarik investor karena daerah ini indah sekaligus siap menghadapi bencana,” katanya..
Melalui kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi ini, diharapkan masyarakat Solok Selatan semakin siap dan sigap menghadapi potensi gempa bumi maupun tsunami. Bukan dengan rasa takut, melainkan dengan pengetahuan, kesiapan, dan tindakan nyata yang dapat menyelamatkan nyawa.
Bupati Solok Selatan, Khairunas mengapresiasi langkah BMKG dan Komisi V DPR RI yang menunjukkan komitmen tinggi dalam edukasi mitigasi bencana.
“Kegiatan edukatif seperti ini penting untuk membangun masyarakat yang tangguh bencana. Sumatera Barat merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan gempa tinggi karena adanya pertemuan lempeng tektonik serta Sesar Sumatera yang melintasi wilayah kita,” ujarnya.
Menurut Khairunas, edukasi bencana tidak cukup hanya dalam bentuk teori, tetapi juga perlu latihan nyata agar masyarakat tahu langkah cepat dan tepat saat bencana terjadi.
Ia bahkan mendorong agar materi mitigasi bencana dimasukkan dalam kurikulum lokal tingkat PAUD, SD, hingga SMP.
“Kalau masyarakat paham mitigasi, dampak kerugian bisa ditekan. Kami harap kegiatan seperti ini terus berlanjut dan diperluas cakupannya,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI, Zigo Rolanda, menyampaikan bahwa Solok Selatan merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh patahan Suliti, yang berpotongan dengan patahan Siulak, serta berdekatan dengan patahan Sumani dan Sianok.
“BMKG sejauh ini belum melakukan investigasi mendalam terhadap patahan Suliti dan Sumani. Padahal penting untuk mengetahui seberapa besar potensi bencana dari patahan tersebut,” ungkapnya.
Namun Zigo juga membawa kabar baik di balik potensi bencana, wilayah yang dilalui patahan ternyata memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Ia menekankan bahwa korban bencana bukan disebabkan oleh gempa itu sendiri, tetapi oleh bangunan yang tidak tahan gempa.
“Kami mendorong agar pengetahuan mitigasi masuk ke kurikulum sekolah. Setiap pembangunan infrastruktur juga harus mempertimbangkan aspek kerawanan bencana,” tegasnya.
Peserta kegiatan berasal dari unsur masyarakat, BPBD Solok Selatan, hingga pegiat penyintas kebencanaan, dengan tujuan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap potensi gempa bumi di daerah yang dikenal berada pada segmen Suliti, salah satu patahan aktif di Sumatera Barat. (Joko)
Discussion about this post