Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Dharmasraya – Rabu pagi (1/10/2025) di ruas jalan provinsi Koto Baru menuju Nagari Ampalu sampai ke Tanjung Simalidu, sejumlah petugas berseragam biru putih tampak menghentikan setiap kendaraan angkutan barang yang melintas dikawasan itu.
Satu per satu, truk sawit diminta menepi. Muatan yang menumpuk tinggi di bak belakang langsung mencuri perhatian, beratnya jelas melebihi kapasitas normal angkutan truk biasa.
“Kalau dihitung kasat mata, ini lebih dari 12 ton. Padahal batas maksimal dari beban jalan ini hanya 8 ton,” ujar Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan, Rio Kamitra, yang memimpin pengawasan.
Hari itu, Dinas Perhubungan Dharmasraya menemukan 27 unit truk berukuran sedang membawa tandan buah segar (TBS) sawit. Sebagian besar truk berasal dari ramp pribadi dan koperasi unit desa (KUD) di sekitar SP 1. Sawit-sawit itu kemudian dikirim ke sejumlah pabrik pengolahan.
Fenomena ini bukan hal baru, tapi sejak zaman bagolak. Warga setempat mengaku sering melihat truk-truk besar, termasuk truk tronton, melintas dengan muatan penuh. “Kadang lewat tengah malam. Jalannya jadi cepat hancur, padahal baru diperbaiki pemerintah provinsi,” kata seorang warga Tanjung Simalidu Sabirin.
‘ Jalan provinsi rusak dan berlubang karena dilewati truk tronton dan bukan oleh truk biasa. Selain itu drenase jalan buntu alias tidak ada ” ini tanggung jawab pemerintah provinsi bukan pemerintah daerah terkecuali jalan kabupaten,” ucap Sabirin ketika melintasi jalan itu.
Rio tidak menampik informasi itu. Meski timnya tidak mendapati langsung keberadaan truk tronton di lapangan, laporan warga mencatat ada sekitar empat unit kendaraan besar diduga over dimension over load (ODOL) yang kerap melintas. “Kami bahkan sudah mengantongi nama ramp yang diduga menjadi sumber asal kendaraan bermuatan berlebih itu,” ujarnya.
Namun, Rio menegaskan Dishub Dharmasraya tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran. “Kami hanya bisa mengawasi, mendata, dan mengimbau. Penindakan itu ranah kepolisian dan instansi berwenang lainnya,” jelasnya.
Meski begitu, Dishub berkomitmen terus melakukan pengawasan rutin agar jalan provinsi yang baru diperbaiki tidak kembali rusak akibat beban berlebih. “Ini untuk kepentingan bersama. Jalan adalah fasilitas publik. Kalau rusak lagi, semua masyarakat yang akan dirugikan,” tambah Rio.
Di balik deretan truk yang berhenti, tampak para sopir hanya bisa pasrah. Sebagian mengaku tidak punya pilihan lain. Harga sawit yang fluktuatif membuat mereka memilih memaksimalkan sekali angkut untuk menekan ongkos operasional. “Kalau angkut sedikit, rugi di solar,” ujar seorang sopir yang enggan menyebutkan namanya.
Dilema itu kini berada di tangan pemerintah daerah dan terutama bagi dinas instansi terkait yang ada di provinsi Sumbar. Ini untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan petani sawit dan kelestarian infrastruktur jalan menjadi sebuah tantangan sekarang dan akan datang.
Sementara Dinas perhubungan Dharmasraya hanya berperan sebagai mata pengawas, masyarakat berharap ada tindakan nyata agar praktik ODOL tidak lagi merugikan bagi semua pihak.***
Discussion about this post