Oleh Syafri Piliang
Wartawan Muda
Pulau Punjung – Di sebuah panggung politik daerah yang terus berputar kian cepat, nama Darisman kembali mencuat. Baru saja dilantik sebagai Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, ia langsung ditempeli amanah sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Asisten I. Dua kursi panas sekaligus berada dalam genggamannya.
Bupati Annisa Suci Ramadhani tak sekadar menunjuk. Ia meletakkan sebuah taruhan politik pada figur yang dikenal dekat dengan wartawan, pemuda, dan Forkopimda. Seorang mantan Kepala Dinas Pertanian yang mengakar di lapangan, kini diminta menjadi “penjaga gerbang” antara eksekutif dan legislatif, sekaligus menjembatani pemerintah dengan masyarakat.
Namun, di balik kepercayaan itu, terhampar pula risiko, apakah seorang Darisman mampu menjadi benteng kokoh Annisa–Leli, atau justru terhimpit di antara kepentingan politik yang berlapis.
Bagi sebagian pihak menilai kekuatan Darisman ada pada jejaring. Ia tumbuh bersama masyarakat, dekat dengan tokoh adat, petani, pemuda, bahkan media. Kedekatan dengan DPRD pun bukan rahasia. Maka tak heran lagi bila posisinya di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dianggap strategis.
Tapi, kedekatan bisa jadi pedang bermata dua. Hubungan baik dengan legislatif bisa berubah menjadi jebakan kepentingan. Apa yang hari ini dianggap modal, bisa esok hari jadi jerat.
“Ini bukan pekerjaan ringan,” akunya dengan nada yang nyaris lirih, namun tegas. Ia menyadari bahwa jabatan ganda ini bukan privilege belaka, melainkan beban yang harus ia buktikan dengan kerja keras.
“Namun saya tegaskan, saya akan jadi benteng kokoh bagi pemerintahan Ibu Annisa Suci Ramadhani dan Ibu Leli Arni,” ucapnya, seakan menancapkan sumpah di hadapan publik.
Kata “benteng” yang ia pilih sarat makna. Benteng bisa jadi pelindung, tapi juga simbol pertahanan dari serangan yang terus berdentum. Sebuah metafora politik yang mengisyaratkan bahwa badai sudah di depan mata.
Di level birokrasi, jabatan Asisten I bukan sekadar mengatur koordinasi pemerintahan dan kesra. Ia adalah pintu masuk dinamika politik, gesekan internal birokrasi, hingga tarik-menarik kepentingan partai di legislatif.
Menjadi Kepala Dinas Kominfo saja sudah cukup berat, mengelola informasi, menjaga citra pemerintah, hingga mengendalikan narasi publik. Kini ditambah amanah Asisten I, Darisman ibarat diminta berlari di dua lintasan berbeda dengan satu napas.
Keputusan Bupati Annisa mempercayakan dua jabatan strategis pada satu orang jelas menimbulkan pertanyaan. Apakah tidak ada figur lain di lingkaran birokrasi yang dianggap mumpuni. Atau memang hanya Darisman yang dianggap mampu menjadi “penjaga malam” di tengah riuhnya susana politik hari ini.
Di balik sorot kamera pelantikan, publik tentu menunggu jawaban dari kerja nyata. Sebab janji “benteng kokoh” bukan sekadar retorika, tapi ujian loyalitas, integritas, dan keberanian.
Dan sejarah akan mencatat, apakah Darisman benar-benar berdiri sebagai benteng yang melindungi, atau hanya sekadar dinding tipis yang mudah retak di tengah badai kekuasaan, yang sekarang ini dipimpin oleh dua Srikandi itu. ***
Discussion about this post