Oleh Syafri piliang
Wrtawan Muda
Dharmasraya – Selembar surat pemberitahuan ke Bupati Dharmasraya Annisa Suci Ramadhani seharusnya tidak lebih dari formalitas birokrasi. Nyatanya, ia berubah menjadi bahan bakar gosip murahan, tuduhan percaloan, permainan proyek, hingga bisik-bisik politik anggaran.
Segitu benarlah nasib program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung Presiden Prabowo. Di atas kertas, ia ditopang niat mulia agar dapur-dapur rakyat yang memberi makan sehat bagi anak sekolah sekaligus menggerakkan ekonomi lokal. Tapi di lapangan, mulut orang selalu lebih cepat dari tangan yang bekerja.
Hitungannya jelas. Satu dapur melibatkan puluhan relawan, miliaran rupiah investasi sosial, dan ribuan perut yang seharusnya kenyang. Namun, begitu aroma uang negara tercium, naluri lama pun muncul saling sikut dan saling tuduh, bahkan sampai menebar fitnah. Seolah-olah dapur ini bukan untuk anak sekolah, melainkan untuk elite yang lapar proyek.
Bupati Dharmasraya mencoba tegas, dalam 45 hari tak ada progres, serahkan ke investor lain. Tegas, tapi sekaligus membuka ironi. Jika dapur rakyat pun harus bernuansa investor, apakah yang dijual masih gizi atau sekadar janji.
Publik tentu bosan dengan pola berulang, program rakyat yang selalu berubah jadi komoditas politik. Intrik lebih subur dari pada sayur mayur di ladang petani. Fitnah lebih cepat beredar daripada lauk pauk yang hendak sampai ke piring anak-anak sekolah.
Pertanyaan yang harus diajukan sederhana tapi getir – getir, apakah program MBG benar – benar akan berakhir di meja makan rakyat kecil, atau justru tercecer di meja rapat para elite daerah.
Kalau jawabannya yang kedua, maka dapur bergizi hanya akan menjadi hidangan satire saja sedangkan rakyat tetap lapar, sementara segelintir orang kekenyangan di tepis gosip murahan dan proyek.***
Discussion about this post