Bukittinggi — Nama kawasan di kelurahan Kadang Cakiah, kecamatan Auabirugo Tigobaleh ini dulunya memiliki air yang melimpah, sehingga dinamakan “Sumua”. Namun kini tidak seperti itu lagi.
Terutama pada musim kemarau cukup panjang seperti yang terjadi belakangan ini. Kawasan Sumua itu kering-kerontang. Tidak hanya sawah warga, tapi sampai sumur bagi warga yang belum terjangkau jaringan PDAM Kota Bukittinggi.
Lurah Kadang Cakiah, Feri Zaliyus. S. Kom, di kantornya Kamis siang tadi (21/8) menyebutkan, sejak kemarau cukup panjang belakangan ini menyebabkan sawah warga kering, sehingga banyak diantaranya yang gagal panen.
Menurut Feri, kelurahan Kadang Cakiah merupakan salah satu lumbung padi di kota Bukittinggi yang masih tersisa. “Terdapat sekitar 200 hektar areal pesawahan yang menjadu sumber kehidupan warga di kelurahan ini,” jelasnya.
Namun diakui Lurah, sawah tersebut sumber air untuk pengairannya bersumber dari Sungaipua dan Banuhampu, Agam, serta dibantu dari curahan air hujan. Tapi air dari sumber di atas kini mengering, seiring terjadinya musim kemarau.
Selain itu, tambah Lurah, air sumur baik galian atau pompa, sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih warga juga banyak yang mengering.
“Selain dengan membeli sendiri melalui mobil penjual bersih, juga dibantu oleh PMI Cabang Bukittinggi, tapi itupun terbatas, sehingga dibutuhkan bantuan pihak lain termasuk PDAM Tirta Jamgadang Bukittinggi,” harap Lurah.
Meski aliran air kini tidak lagi ada, namun petani berencana akan melakukan gotongroyong membersihan bandar atau irigasi. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi apabila turun hujan, sehingga dapat memperlancar air mengalir. (Pon)
Discussion about this post