Jakarta – Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari, dr. Ngabila Salama, menilai penyediaan layanan upaya berhenti merokok (UBM) secara masif lebih efektif daripada hanya mengandalkan sanksi perda kawasan tanpa rokok.
“Berhenti merokok itu soal perubahan perilaku jangka panjang. Yang dibutuhkan bukan sekadar larangan, tapi akses terhadap layanan konsultasi yang ramah dan berkelanjutan,” ujarnya, Jumat (19/7/2025).
dr. Ngabila juga menyoroti vape yang kerap dianggap lebih ringan, padahal secara medis, kadar kotinin urine perokok vape terbukti lebih tinggi dibanding perokok konvensional. “Vape bukan solusi berhenti merokok, tapi justru membuat ketergantungan nikotin makin kuat,” tegasnya.
Ia menambahkan, risiko terhadap perokok pasif (second-hand smokers) bahkan bisa lebih tinggi karena terpapar zat karsinogen tanpa filter. “Paparan asap rokok, terutama pada anak dan ibu hamil, meningkatkan risiko infeksi saluran napas, bahkan TBC,” kata dr. Ngabila.
Di sisi lain, ia menyebut tidak ada bukti kuat bahwa merokok bersifat genetik. “Ini lebih soal pengaruh lingkungan dan kebiasaan,” jelasnya.
Menurutnya, pendekatan promotif dan preventif dalam layanan kesehatan menjadi kunci utama mengurangi prevalensi perokok di Indonesia.
Red/amr
Discussion about this post