Jakarta — Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari, dr. Ngabila Salama, mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa rokok merupakan konsumsi nomor dua terbesar masyarakat miskin di Indonesia setelah beras. Menurutnya, kondisi ini sangat memprihatinkan dan memerlukan penanganan lintas sektor yang lebih serius.
“Bayangkan jika satu batang rokok diganti dengan satu butir telur. Akan sangat bermanfaat, terutama untuk kelompok masyarakat miskin,” ujar dr. Ngabila dalam keterangannya, Rabu (17/7/2025).
Ia mendorong masyarakat untuk mulai mengurangi konsumsi rokok secara bertahap, misalnya dari 20 batang per hari menjadi 18, lalu 16, dan seterusnya, hingga benar-benar berhenti.
Saat ini, pemerintah telah menyediakan layanan konsultasi Upaya Berhenti Merokok (UBM) yang dapat diakses di puskesmas dan rumah sakit. Selain itu, Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dinilai sangat penting untuk memberikan sanksi administratif dan sosial kepada pelanggarnya, terutama di 13 tatanan kota sehat seperti sekolah, tempat umum, dan tempat kerja.
“Dalam radius satu kilometer persegi di Jakarta, terdapat rata-rata 13 pedagang rokok eceran. Ini sangat memudahkan akses, terutama bagi anak dan remaja,” jelasnya.
Menurut dr. Ngabila, pabrik rokok memang menargetkan kelompok perokok pemula, termasuk anak-anak yang meniru kebiasaan orang tua atau lingkungannya. Oleh karena itu, ia menyampaikan tujuh rekomendasi konkret kepada pemerintah:
1. Menaikkan cukai rokok secara signifikan agar harga rokok menjadi sangat mahal.
2. Melarang penjualan rokok secara eceran.
3. Melarang penjualan rokok kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun.
4. Melarang warung rokok berada dalam radius 1 kilometer dari lingkungan sekolah.
5. Mendorong seluruh daerah memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok.
6. Menghindarkan anak-anak dan ibu hamil dari paparan asap maupun sisa asap rokok.
7. Merevisi kebijakan bantuan sosial bagi keluarga perokok.
“Upaya pengendalian rokok bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga menyangkut kesejahteraan keluarga dan masa depan generasi penerus,” pungkas dr. Ngabila.
Red/amr
Discussion about this post