Jakarta — Melihat tingginya minat masyarakat Islam Indonesia terhadap pelaksanaan rukun Islam yang ke lima ; berhaji ke Baitullah jika mampu (QS.Ali-‘Imran :97) berbanding terbalik dengan kuota haji yang diberikan negara Arab Saudi terhadap masing masing negara, terkhusus Indonesia di dalam pemberangkatan jemaah haji ke Baitullah Mekkah Al-Mukarramah. Sehingga menyebabkan terjadinya antrian waktu keberangkatan jemaah mencapai 30 hingga 50 tahun ke depan.
Pertanyaannya apakah kita masih hidup di tahun itu?
Ustadz DR. Erwandi Tarmizi, LC dalam pembahasannya pada ceramah di salah satu pengajian rutin yang diupload pada akun Tiktok @faruduni menjelaskan fatwa terkait antrian lama waktu pemberangkatan.
Dalam penjelasannya, haji tidak lagi wajib bagi WNI, ada beberapa hal yang mendasari WNI tidak lagi berkewajiban di dalam menunaikan rukun Islam yang ke lima umat muslim di Indonesia.
“Anda tidak mendapat antrian atau dapat antrian selama 30 tahun lagi atau lebih, itu sama dengan tidak, maka tidak ada kewajiban bagi orang Indonesia tidak ada lagi wajib haji bagi mereka mau mendaftar sekarang,” terang isi ceramah ustadz doktoral (S3) bidang Fikih Hukum Islam lulusan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud Arab Saudi.
Ustadz salaf ini juga menukil pendapat seorang kolega beliau, yakni konsultan di Bank Syariah Al Rajhi (Saudi), bahwa para ulama di sana menganggap gugurnya kewajiban haji jika menghadapi masa tunggu 30 tahunan lebih dan ini merupakan musyawarah para ulama.
Dalam pembahasan ceramah tersebut, ustadz lulusan S2 dan S3 di Negeri Saudi ini turut menjelaskan beberapa alasan lain yang dianggap melanggar syariat atas kebijakan pengelolaan pemberangkatan dan proses antrian yang dilakukan pemerintah terkait Bank Syariah konvensional, di antaranya adanya pemberlakuan sistem pengelolaan keuangan untuk biaya haji.
1. Adanya dana talangan yang di dalamnya mengandung hukum riba.
Apa itu dana talangan?
Dana talangan haji merupakan fasilitas pembiayaan yang disediakan oleh Bank Syariah untuk membantu calon jemaah haji yang kekurangan dana untuk memenuhi biaya haji mengandung akad muharabah (transaksi jual beli dalam fiqih muamalah) dan akad ijarah (akad fikih sewa menyewa dengan imbalan).
Di dalam dana talangan menyebabkan antrean menjadi panjang. Dana talangan sendiri berarti belum memenuhi syarat kemampuan untuk melaksanakan haji.
2. Fatwa Ulama besar Arab Saudi
Hal itu dinukilkan dari seorang sahabat DR. Erwandi Tarmizi, konsultan di Bank Syariah Al Rajhi (Saudi), bukan pendapat individual namun berdasarkan hasil musyawarah para ulama besar Saudi.
Namun di balik Fatwa Haji tidak wajib lagi bagi WNI, ustadz S3 doktoral Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud (Saudi) ini memberikan solusi atas fatwa tersebut, yakni umroh Ramadhan yang dalam hadist setara dengan haji dari segi pahala dan paling realistis, halal dan dapat dilakukan tanpa adanya sistem riba.
Ustadz sunnah ini juga menegaskan bahwa penyampaian ini merupakan fatwa bukan hukum mutlak, umat boleh menerima atau menolak. Ia menegaskan dalam hal fatwa tersebut, ia tidak ada kepentingan bisnis ataupun tidak terafiliasi dengan travel umrah maupun biro perjalanan haji manapun.
Fatwa ini membuka ruang ijtihad baru dalam fikih kontemporer terkait ibadah haji di era modren khususnya di negara dengan keterbatasan kuota dan menjauhi sistem Ribawi, pendapatnya juga didasari atas dalil dan kajian yang rojih (kuat) serta pendapat para ulama besar Arab Saudi sesuai Alqur’an dan As-Sunah.
Mengenal sosok DR. Erwandi Tarmizi, LC
Dikutip dari wikipedia.org, Erwandi Tarmizi menamatkan pendidikan Sarjana (S1) di jurusan Syari’ah LIPIA Jakarta (1995-1999), dilanjutkan dengan Program Magister (S2) dan program Doktoral (S3) di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Muhammad bin Saud Riyadh Arab Saudi.
Beliau merupakan salah satu ustadz salaf, pakar fiqih muamalah kontemporer dan dosen Indonesia, menjabat sebagai anggota Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad.
Beberapa tulisannya yang cukup dikenal dalam buku berjudul: Harta Haram Muamalat Kontemporer. (Sry)
Discussion about this post