Padang – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Padang, akhirnya menunda pembacaan putusan kasus dugaan kerusakan mangrove di Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar, Senin (2/3/2020),
Dalam pembukaan sidang, Hakim Ketua Gustiarso mengatakan, ditundanya pembacaan putusan sidang kasus dugaan kerusakan mangrove, karena putusannya belum rampung, maka sidang ditunda Jumat depan.
“Karena putusan belum rampung, kami belum siap membacakannya. Maka di lakukan penundaan,“ ujarnya.
Sidang dugaan kerusakan mangrove dengan terdakwa Wakil Bupati Pessel, Rusma Yul Anwar. Sidang dibuka oleh Ketua Majelis Gustiarso pada pukul 10.00 WIB. Dan sidang ditunda sampai Jumat 13 Maret 2020.
Kasus dugaan kerusakan mangrove ini bergulir sejak September 2019 lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat terdakwa, Rusma Yul Anwar dengan pasal 98 dan pasal 109 Undang-undang RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. JPU menuntut terdakwa empat tahun penjara dan denda Rp5 miliar rupiah.
Diketahui, terdakwa Rusma Yul Anwar, dilaporkan oleh Bupati Pessel, Hendrajoni, bernomor surat 660/152/DLH-PS/2018 perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup di Kawasan Mandeh itu ditujukan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung.
Ada empat nama yang dilaporkan, terdiri dari pejabat, pengusaha dan mantan pejabat Pessel. Akan tetapi, hingga kini yang diproses hanya satu, dari empat yang dilaporkan itu.
Penasehat Hukum Terdakwa, Vino Oktavian mengatakan, pihaknya menghormati putusan hakim, karena, putusan belum rampung. Pihaknya sebenarnya sudah siap. Terkait penundaan tidak ada hal lain dalam penundaan ini.
“Sebenarnya agenda putusan itu hari ini, tapi karena ada alasan dari majelis karena putusan belum rampung, maka ditunda Jumat depan. Kami menyakini kliennya bebas dari tuntutan,” ujarnya.
Bahkan, penetapan kliennya, Rusma Yul Anwar sebagai tersangka tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Sebab, sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan harus ada jenis usaha yang ditetapkan pemerintah daerah.
“Kalau dimasukkan ke ranah pidana, itu jelas menyalahi prosedur,” ungkapnya.
Saat kasus itu terjadi pada 2016, belum ada ketentuan yang mewajibkan harus mengurus Amdal atau UKL-UPL. Dengan demikian, tidak bisa dikenai pidana, jika tidak ada penetapan atau aturan yang mengaturnya.
Sementara, sejauh ini, belum ada penetapan dari pemerintah kabupaten terkait Amdal atau UKL-UPL di kegiatan yang dilakukan terdawa. Dalam pasal 109 yang didakwakan itu kalau tidak punya izin lingkungan.
“Nah, izin lingkungan seperti apa yang harus diurus terdakwa. Sedangkan penetapannya saja tidak ada. Jadi, bagaimana mendakwa orang kalau aturannya tidak ada, atas daras itu lah kami menyakini klien kami bebas dari tuntutan JPU,” tutupnya, (Robi)
Discussion about this post