Bukittinggi — Kepala Balai Wilayah Utara, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi (SDA BK) dalam melaksanakan kegiatan swakelola, diduga melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang dan jabatan, dengan cara mengalihkan sebahagian besar kegiatan Operasi Pemeliharaan Sungai yang didominasi penggunaan alat berat milik negara/dinas, kepada pihak ketiga (perorangan) dengan modus Surat Perjanjian Upah Borongan (SPUB).
Tak tanggung tanggung, alih-alih yang dilakukan menyerap lebih dari 50% anggaran yang diposkan pada belanja Operasi Pemeliharaan (OP) Sungai pada Balai tersebut, di mana pengalihan yang dilakukan sempat diingatkan oleh kepala seksinya sendiri.
Hal ini dikatakan langsung oleh Kasi OP Sungai, Balai SDA BK Wilayah Utara Sofian Tanjung kepada Wartawan saat dimintai keterangannya di mess dinas sementara, Nagari Sianok pada Rabu (11/12), di mana menurutnya informasi yang diterima sebelumnya oleh Wartawan dilapangan itu benar adanya.
“Jujur Saya katakan di sini, selaku Kasi OP yang langsung bertanggung jawab atas belanja yang berada pada seksi OP, berdasarkan Surat Perjanjian Kinerja dengan kepala balai di setiap tahunnya, tidak pernah dilibatkan dalam penggunaan anggaran tersebut, termasuk mengetahui tentang pelaksanaan pekerjaannya selama kurun waktu menjabat sejak tahun 2021 hingga 2024 sekarang,” jelasnya.
Menurut Tanjung, jangankan penggunaan anggarannya, dalam proses penggunaan alat berat pun, dirinya tidak pernah dilibatkan. “Seharusnya setiap pekerjaan yang dilakukan, mulai pekerjaan hingga laporan pelaksanaan tentunya Kasi OP tau, dimana minimal membubuhkan paraf lah di setiap lembar laporan tentang kegiatan tersebut, namun disinilah kondisi itu terjadi, entah apa maksud dari Kepala Balai tidak melibatkan Kasinya, Saya juga tidak tahu. Dan bahkan Saya juga sempat bertanya ke Kasi Tata Usaha (TU), bagaimana mekanisme alat berat itu bisa keluar masuk di Dinas, tapi justru Kasi TU menyebut dia juga tidak tahu, sebab katanya keluar masuknya alat berat tidak pernah dibuatkan laporannya, hanya atas perintah langsung Kepala Balai secara lisan saja,” katanya.
Dikatakan lagi, bahwa kalau mengacu SOP, tentunya terjadinya SPUB itu sifatnya dilakukan terhadap person orang yang langsung melakukan pekerjaan, namun bedanya SPUB yang dikeluarkan untuk melaksanakan pekerjaan OP Sungai, alat berat yang digunakan milik dinas/negara termasuk operatornya pun dari Dinas.
“Menurut saya tentu ini harus bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan aturan perundangan yang berlaku, sebab resikonya tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak yang ditunjuk dalam SPUB, karena yang namanya SPUB itu, si penerima SPUB tentu harus memiliki kemampuan tenaga profesional sesuai prinsip ilmu yang dibutuhkan. Tapi, jika kemampuan itu terletak pada fungsi alat berat, terus apa yang musti di upahkan sebagaimana maksud dari dibuatkannya kontrak kerja SPUB, ditambah alat berat Negara yang dikelola Dinas SDA BK dipinjamkan begitu saja tanpa dokumen yang jelas,” tanyanya heran.
Tanjung juga mengatakan bahwa sebenarnya darinya telah lama memberikan masukan kepada Kepala Balai, namun tidak di indahkan. “Kepada Kepala Balai selaku PPK dan berikut PPTK-nya, dengan kapasitas sebagai Kasi OP sudah sering Saya ingatkan, namun sistem ini tetap mereka lakukan, dan yang anehnya lagi pihak BPK pun terkesan membiarkan saja kejadian ini dengan cara tidak pernah memeriksa kegiatan di OP Sungai secara detail disetiap pemeriksaan yang mereka lakukan di Balai SDA BK Wilayah Utara ini,” keluhannya.
Di sisi lain, Kepala Balai SDA BK Wilayah Utara propinsi Sumatera Barat, Hendri Yulindra saat dimintakan keterangannya seputar pengalihan kegiatan swakelola pada belanja Operasi Pemeliharaan Sungai tersebut kepada sistim Surat Perjanjian Upah Borongan (SPUB), dirinya membenarkan hal itu memang benar terjadi, sebab menurutnya itu dilakukan, karena sebelumnya sudah atas persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana sebelumnya adanya temuan tidak cocoknya analisa waktu pekerjaan dengan kubikasi dan biaya dengan hasil pekerjaan yang ditemukan di lapangan.
“Nah, itulah makanya pengalihan kegiatan swakelola ke SPUB Perorangan Kita lakukan atas pertimbangan efektivitas agar perbelanjaan dan target pemenuhan kegiatan lebih maksimal sesuai kubikasi hitungan pekerjaan tercapai, karena persoalan selalu muncul atas biaya besar terhadap perbelanjaan BBM yg tidak sesuai dengan nilai yang ditetapkan aturan Pak” katanya kepada Wartawan.
Hendri juga menyebutkan bahwa pengalihan itu juga didukung oleh aturan LKPP, dimana pada pekerjaan tertentu itu bisa dilakukan. “Aturan yg mengatur itu dalam aturan LKPP sebagaimana yang dimaksud sistem perbelanjaan Swakelola tipe 1 dimana membolehkan dialihkan ke SPUB dengan pihak perorangan. Dalam hal ini malahan justru volume kubikasi hitungan dan efektivitas pekerjaan serta waktu di lapangan yang dihasilkan malah lebih dari target yang direncanakan loh, dan hasilnyapun lebih baik, ketimbang kita lakukan Swakelola pada dinas,” katanya.
Mengenai perawatan dan pemeliharaan alat berat yang masuk dalam konsep SPUB selama waktu pelaksanaan, menurut Hendri itu ditanggung oleh pihak ketiga apabila terjadi kerusakan. “Itu jelas dong menjadi tanggung jawab pemakai, dan operatornya pun dari mereka. Kita hanya meminjamkan saja agar pekerjaan yang dimaksud bisa berjalan dengan baik,” ungkapnya mengakhiri. (Jhon)
Discussion about this post