Bukan lagu baru lagi di percaturan politik Tanah Air, wajah-wajah caleg yang gagal menuju Senayan kerap kali tampil kembali di tingkat daerah. Tentu dalam skala kontestasi pemilihan kepala daerah.
Katanya pulang kampung untuk membangun daerah, demikian alibinya. Seronok juga dipopulerkan dengan istilah ilmu “aji mumpung”. Artinya, selagi ada kesempatan, kenapa tidak? Begitu kira-kira.
Pasalnya bukan tanpa alasan disebut ilmu “aji mumpung”, sebab kesannya selalu cari panggung. Gagal di tingkat nasional, ujug-ujug beringas di kampung halaman pada musim Pilkada.
Ingat! Hanya semusim itu saja. Menang Alhamdulillah, jika kalah “ya, sudahlah”.
Okelah bagi mereka yang punya prestasi di panggung Senayan. Bak kata orang Minang “dicaliak nampak, diesek taraso”. Ada buah tangan yang dibawa ketika dia punya kuasa di parlemen. Namun sayang Dewi Fortuna tak memihak di periode berikutnya. Yang begini patut kita banggakan.
Tokoh seperti ini tak apalah dijadikan bupati atau walikota, atau gubernur sekalipun kalau bisa. Sebab kemampuan dan kekuatan yang dia miliki ketika duduk di DPR RI, dengan totalitas telah ia kucurkan untuk membangun kampung halaman. Tampak, terasa dan dinikmati rakyatnya.
Sebaliknya lagi, bagi mereka yang sudah dua-tiga periode duduk mewakili suara rakyat di DPR RI, namun hanya lenggang kangkung saja selama ini. Tak ada perhatian sedikitpun bagi masyarakat yang sudah memilihnya. Ada juga yang perhatian, tapi ala kadarnya saja.
Hmm, yang begini awak setuju mereka ditenggelamkan ketika Pilkada. Sebab ahwal ini, indikasinya adalah tabiat cari untung, karena langgam politik “aji mumpung” tadi.
Jelas mereka tampak terkungkung dengan prinsip primordial, barangkali memang karena takut kehilangan panggung. Jika sudah kehilangan panggung, ya jadi nganggur!
Awak mengimbau agar masyarakat pemilih cerdas dalam menentukan sikap politiknya. Jangan mau jika sekedar “ditulak-angsur” saja. Meleklah dalam memilih, kenali baik-baik calon kepala daerah yang akan dipilih.
Sebab pastinya program dadakan yang dijual, rata-rata takkan menyentuh inti dari persoalan daerah. Mereka hanya kerap menyerang lawan politik di Pilkada, terlebih jika lawan itu seorang petahana.
Sebab percayalah, semua kata yang terucap seketika itu pasti dibuat indah, tapi ketahuilah kebanyakan semua itu hanya pemanis bibir saja. Sebab proyek politik “aji mumpung” tak jarang hanya sebatas cari panggung untuk ajang pelampiasan. Takkan melahirkan apa-apa. Wallahu ‘alam bishawab.
Discussion about this post