Bukittinggi — Setelah bergulirnya reformasi, tatanan hidup berpemerintahan dan bermasyarakat mengalami perubahan cukup signifikan. Nilai-nilai kehidupan dan budaya daerah mulai terakomodir, tidak bersifat sentralistik.
Termasuk di provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau. Salah satu diantaranya tentang sistim pemerintahan pada tingkat terendah, tidak berbentuk Desa yang sempat memgalami generalisasi pada era Orde Baru menjadi Desa.
Dengan terbukanya kewenangan bagi pemerintah daerah untuk membentuk pemerintahan terbawah, telah diwujudkan dengan melahirkan Peraturan Daerah (Perda) mulai dari tingkat provinsi sampai, terutama kabupaten di Sumatera Barat.
Melalui Perda Sumbar yang terakhir setelah mengalami perubahan Nomor 8 tahun 2021 tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Nagari, di dalamnya termasuk pengembalian nama tempat atau daerah, karena banyak telah berubah sesuai ejaan bahasa Indonesia.
Hal ini juga banyak terjadi di kota Bukittinggi. Baik untuk penamaan kawasan tertentu, kelurahan sampai kecamatan, telah berubah dari kata atau bahasa Minang yang sebenarnya. Contohnyo kecamatan Guguakpanjang, kini bernama Guguk Panjang. Begitu juga Auabirugo Tigobaleh menjadi Aur Birugo Tigo Baleh.
Asisten I Bidang Pemerintahan, Isra Yonza, ketika dikonfirmasikan Kamis (29/8) mengakui, pengembalian nama wilayah sesuai dengan kata atau bahasa Minang, kini sedang dalam proses untuk akhirnya akan ditetapkan melalui Peraturan Walikota (Perwako).
Menurut Isra, saat ini sedang dilakukan penyesuaian nama wilayah pada tingkat kelurahan sekaligus kecamatan, sesuai dengan kaidah bahasa Minang, berikut arti dan sejarahnya.
“Setelah semua bahannnya masuak dari kelurahan dan kecamatan, diperlukan lagi konsultasi dengan tokoh dan lembaga adat, mulai dari KAN, LKAAM dan Kerapatan Adat Kurai,” ulas Asisten I Sekdako Bukittinggi.
Setelah tahapan dan prosesnya dinilai telah cukup serta memenuhi ketentuan, jelas Isra, baru dikuatkan melalui Perwako Bukittinggi. (Pon)
Discussion about this post