Padang — Hampir dipastikan semua masyarakat Sumatera Barat pasti menginginkan kemajuan bagi ranah Minang ini, karena melihat kondisi selama hampir 3 dekade ini provinsi yang dulu dikenal sebagai daerah maju dari provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, sekarang justru tertinggal dan cenderung jalan di tempat.
Berangkat dari hal itulah membuat seorang Maidestal Hari Mahesa atau yang di kenal dengan H. Esa berjuang untuk mengangkat marwah dan martabat Sumatera Barat agar bangkit dan berubah untuk maju, sehingga Sumbar sejajar dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
Dan untuk mewujudkan semua impian dan keinginannya yang mulia tersebut, hari ini menghadapi kontestasi Pilgub Sumbar 2024 yang akan datang, H. Esa bergabung dengan Epyardi Asda dan membawa semangat menuju perubahan untuk kebangkitan Sumatera Barat.
Dan beberapa waktu yang lalu, media dapat kesempatan bertemu dengan tokoh muda yang banyak dijadikan inspirasi oleh politisi-politisi muda di Kota Bingkuang ini.
Dalam bincang-bincang hangat media dengan H. Esa yang dulu waktu Pilgub Sumbar 2020 dikenal sebagai loyalis, atau bisa dikatakan ‘diehard’-nya Mahyeldi Audy, pada Pilgub 2020 menceritakan semua yang dirasakannya sampai menjelang habis masa pemerintahan Mahyeldi-Audy, serta keputusannya bergabung bersama Epyardi Asda-Ekos Albar
Di awal pembicaraan H. Esa mengungkapkan apa latar belakang dirinya berpisah dan tidak bersama Mahyeldi lagi dalam Pilgub 2024 ini, Esa mengatakan ada inkonsistensi dalam menjalankan program yang telah ditetapkan sebelumnya, yang mengakibatkan banyak terjadi masalah-masalah yang tidak diinginkan seperti kasus korupsi.
Berangkat dari persoalan tersebut dirinya merubah haluan politiknya demi cita-cita yang telah lama diniatkan, yakni untuk kemajuan Sumatera Barat.
“Banyaknya terungkap kasus-kasus korupsi dalam masa kepemimpinan Mahyeldi ini membuat saya kecewa, karna situasi ini di luar ekpektasi saya dan jauh dari apa yang saya harapkan,” ungkap Esa.
Selain banyaknya kasus-kasus korupsi yang terungkap, Esa juga mengatakan banyaknya program-program yang tidak berjalan diakibatkan inkonsistensi dari Mahyeldi sendiri, sehingga dirinya kecewa.
“Banyak program-program yang telah ditetapkan atau yang masuk dari 25 program unggulan tidak berjalan sebagai mana yang diharapkan,” sesal mantan anggota DPRD Kota Padang 3 periode ini.
“Selain itu banyak proyek-proyek terbengkalai tidak diselesaikan dan justru dijadikan ajang korupsi, yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya dengan nada kesal.
Justru yang paling parah menurut Esa sendiri adalah, ketidakmampuan seorang Mahyeldi membuat kebijakan untuk menjaga serta membentengi moral generasi muda Minang dari pengaruh dan budaya negatif, sehingga terjadi degradasi dan kemerosotan moral yang membuat miris semua masyarakat Sumbar.
“Salah satu keinginan saya mendukung seorang Mahyeldi menjadi gubernur waktu itu, adalah karna melihat sosoknya yang begitu religius dan saya berharap akan lahir kebijakan yang akan melindungi akhlak dan moral dari generasi muda,” katanya.
Akan tetapi lanjut Esa, fakta dan realitanya tidak sesuai dengan harapan, “Lihat saja Sumbar adalah salah satu provinsi yang tingkat penyimpangan seksualnya termasuk paling tinggi di Indonesia seperti LGBT dan prostitusi,” katanya lagi.
Kata Esa lagi, dari sekian banyak persoalan yang membuat kekecewaan dan mengakibatkan dirinya berpikir, bahwa Mahyeldi tidak mempunyai kapasitas dan leadership dalam mengelola Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, dan tidak bisa juga menjadi niniak mamak yang menjaga anak kemenakannya di ranah Minang ini dari kerusakan moral dan perilaku yang menyimpang.
Namun harapan dan keinginan untuk perubahan Sumatera Barat ini kembali muncul setalah Epyardi Asda tampil menjadi kandidat gubernur dengan membawa tagline “Menuju Perubahan dan Kebangkitan Sumbar”.
Dirinya melihat aura positif dari Bupati Solok ini serta niat baik Epyardi Asda yang ingin membangun Sumatera Barat, bukan hanya pembangunan fisik akan tetapi juga membangun mental dan moral generasi muda yang sesuai dengan falsafah dan budaya Minang.
“Saya tidak ingin mendukung seorang pemimpin hipokrit, saya akan satu barisan dengan pemimpin yang jujur terbuka dan jauh dari sifat kemunafikan,” tegas Esa.
Esa juga menceritakan bagaimana dirinya tertarik mendukung Epyardi Asda, karena melihat rekam jejak dari Bupati Solok itu sendiri yang mana adalah seorang politisi nasional, serta mempunyai jaringan yang kuat di pusat dan ketegasan membenahi tatakelola birokrasi.
“Saya yakin dengan pengalamannya sebagai politisi nasional serta mempunyai jaringan yang kuat di pusat, Sumbar akan mendapatkan porsi yang lebih besar dari APBN dibanding periode sebelumnya. Selain itu ketegasan dari seorang Epyardi Asda sangat dibutuhkan dalam mengeksekusi setiap kebijakan yang telah ditetapkan,” pungkasnya.
Di akhir perbincangan H. Esa mengingatkan masyarakat agar jangan mudah tertipu dengan penampilan seorang calon pemimpin yang sudah jelas rekam jejaknya, yang mengakibatkan Sumbar terpuruk selama hampir 2 dekade ini.
“Ranah Minang ini butuh pemimpin yang mempunyai kapasitas dan jiwa kepemimpinan yang kuat dan itu hanya dimiliki oleh seorang Epyardi Asda,” tukas Esa menekankan. (Hen)
Discussion about this post