PADANG PARIAMAN – Sejak tiga tahun belakangan, Bupati Ali Mukhni enggan menghadiri undangan rapat paripurna yang digelar oleh DPRD Padang Pariaman. Alih-alih, kehadiran Ali Mukhni sebagai pucuk eksekutif hanya diwakili Suhatri Bur selaku wakil bupati.
Puncaknya, Senin (23/12/19) Ketua DPRD Padang Pariaman Ir. Arwinsyah memilih walk out dari ruang sidang, karena merasa dilecehkan oleh kurenah Ali Mukhni yang tak jua kunjung hadir dalam rapat paripurna penandatanganan delapan Ranperda Kabupaten Padang Pariaman.
Hal itu menjadi salah satu pemicu anggota DPRD Padang Pariaman menyuarakan haknya, dengan menggelar hak interplasi atas kinerja Bupati Ali Mukhni yang diindikasikan telah melanggar aturan konstitusi. Sekaligus menjadi kado untuk Ali Mukhni memasuki awal tahun 2020. Jelas perihal tersebut menyisakan prahara bagi Ali Mukhni di akhir masa jabatannya.
“Perlu rasanya kita di dewan menanyakan interpelasi. Karena kurenah bupati sudah ditengarai kangkangi konstitusi dalam hal penyelenggaraan kebijakan daerah. Jadi kita perlu menunaikan kewajiban yang kita miliki sesuai UU No. 17/2014, untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah. Salah satunya bupati sejak 3 tahun belakang tidak pernah hadir dalam rapat paripurna. Atau dia tidak mau jadi bupati lagi?” ujar Heppy Neldy yang ditemui wartawan disela-sela kunjungannya memberikan bantuan kesehatan kepada warga Ulakan yang mengalami gangguan kesehatan.
Faktor utama yang menjadi penyebab DPRD Padang Pariaman mengajukan interpelasi ialah, bupati nekat melakukan perubahan tentang penetapan APBD yang sudah disahkan tanggal 26 Desember 2019 antara legislatif dengan eksekutif.
“Jadi bupati merubah hasil pembahasan APBD yang sudah balance, hasil ketok palu (kesepakatan) untuk diajukan evaluasi ke gubernur. Namun ditolak oleh gubernur karena tidak ada persetujuan dewan. Di sini bupati mencoba menaikan anggaran 142 miliar, dibikin minus (defisit),” tukuk Heppy.
Alhasil, gubernur menyarankan dengan suratnya agar kembali ke PP 12 Tahun 2019. “Atas itulah DPRD mengevaluasi kembali bersama TAPD dan Tim Banggar sepakat menolkan defisit yang terjadi. Namun lagi-lagi bupati menaikan lagi APBD tersebut menjadi defisit 78 miliar. Kan jadi pertanyaan besar, ada apa?” pungkasnya lagi.
Tak cukup di situ saja, kurenah Ali Mukhni semakin ke ujung masa jabatannya semakin menjadi jadi. Alasan lain DPRD mengajukan hak interpelasi akibat kebebalan Ali Mukhni yang seringkali menaikan program di tengah jalan. “Lalu ada lagi program atau proyek-proyek yang tidak ada dalam RKPD naik di tengah jalan. Kendati fraksi-fraksi sudah ada larangan, BPK pun juga melarang karena program atau proyek tersebut tidak skala prioritas,” tukas Ketua Gerindra garang terhadap sikap dan kebijakan Ali Mukhni yang dinilai bebal itu.
Heppy Neldy juga tidak menampik kemungkinan peningkatan status hak interpelasi yang diajukan, akan dilanjutkan dengan hak angket terhadap pelaksanaan kinerja bupati yang dinilai bertentangan dengan undang-undang, “Tidak menutup kemungkinan, ya. Nanti kita lihat, lah. Bagaimana perkembangan hasil dari interpelasi ini. Namun yang jelas untuk pengajuan hak interpelasi ini sudah ditandatangani oleh 20 anggota dewan. Artinya sudah bisa diajukan interpelasi, nanti kita undang rekan-rekan wartawan kalau sudah disetujui ketua.”
Di kesempatan yang sama, Mulyadi menambahkan, kewajiban dewan menggunakan haknya merupakan hasil kesepakatan bersama. “Di sini kita berpikir positif saja, ya, tentang interpelasi. Karena banyak hal-hal yang dipertanyakan oleh DPRD tentang program RAPBD 2020 ini. Karena dikesepakatan awal untuk pengajuan APBD sudah klop, tapi ketika diajukan untuk dievaluasi gubernur, kok berbeda. Ini salah satu faktornya sesuai dengan fungsi kita di legislatif,” tukuk Mulyadi menimpali.
Di sisi lain, pemerhati kebijakan hukum Ferry Nugrah mengemukakan, pengajuan hak interpelasi sudah sesuai dengan koridor dan mekanisme hukum konstitusi. Sekalipun pengajuan hak interpelasi oleh dewan ditingkatkan menjadi hak angket memakan waktu yang lama, karena mengingat masa jabatan Ali Mukhni yang hanya menghitung hari saja.
“Soal interpelasi di dewan dan seandainya ditingkatkan menjadi angket, itu lumrah. Meski masa jabatan Ali Mukhni hanya sampai per Februari karena ingin mencalonkan diri sebagai gubernur, tak masalah. Sekarang yang terpenting pengajuan itu kan apabila ada kesalahan fatal bupati, lalu ditingkatkan menjadi angket, lalu hasil angket tersebut membuktikan Ali Mukhni melakukan kesalahan akibat kebijakannya telah merugikan dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, ya pidananya jalan. Sekalipun dia terpilih jadi gubernur,” terang Ferry mengamati carut-marut pengelolaan keuangan daerah Padang Pariaman. (IDM)
Discussion about this post