Tanah Datar – Dalam rangka memberikan pemaham terhadap masyarakat, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Arkadius Dt Intan Bano, Sabtu siang (9/12) menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi Sumbar (Sosper) Nomor 3 Tahun 2023 terkait “Tata Kelola Komoditi Unggulan Perkebunan” di Balai Desa Jorong Andaleh, Nagari Andaleh Baruh Bukik, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar.
Kegiatan itu dihadiri ratusan peserta dari berbagai unsur Nagari se- Kecamatan Sungayang dan para Ketua Kelompok Tani/ Pekebun.
Dikutip dari salinan Perda Prov Sumbar Nomor 3 Tahun 2023 terkait Tata Kelola Komoditi Unggulan Perkebunan itu dalam penjelasanya, menyebutkan 4 jenis komuditas unggalan Provinsi Sumbar antara lain, Kelapa Sawit, Kakao, Gambir dan Karet. Dalam penjelasan Perda tersebut pun, dijelaskan dengan adanya perbaikan proses pengolahan, perbaikan mutu dan kualitas produk disertai dengan adanya sertifikasi produk, dapat memberikan jaminan kepada petani dalam meningkatkan posisi tawar dalam memasarkan produknya.
Arkadius Dt Intan Bano kepada Reportaseinvestigasi.com, menyebutkan bahwa sektor perkebunan itu sudah diperhatikan pemerintah, bisa dilihat di RPJM 2021 – 2026, 10% ABPD itu untuk sektor pertanian.
“Sosialisasi Perda nomor 3 tahun 2023 itu tuh, terkait dengan Tata Kelola Komoditi Unggulan Perkebunan Sumatera Barat. Sumatera Barat ini adalah daerah agraris, 54, 8% hidupnya sebagai petani apalagi Tanah Datar, itu 70% itu tu, petani. Kemudian kegiatan-kegiatan pertanian itu, cukup beragam. Secara umum perkebunan itu tuh telah menjadi perhatian bagi pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Kita di RPJM tahun 2021 2026 10% anggaran APBD kita itu tu, untuk sektor pertanian ya. Kalau seandainya ada 6,7 triliun ya berarti 670 miliar itu tuh, untuk sektor pertanian. Kemudian walaupun di Kabupaten Tanah Datar itu tuh sawit boleh dikatakan tidak ada Gambir pun juga tidak ada, kemudian Coklat pun sebenarnya ini sebagai sentra ya, Tanah Datar ini sebagai sentra kakao (coklat) ya untuk Sumatera Barat ya, tapi memang tidak begitu berkembang, begitupun juga Karet. Karet sebenarnya untuk daerah Lintau, Lintau Buo Utara ya itu tuh, itu cukup banyak. Cuma yang menjadi problemanya mulai dari budidaya, tata kelola sampai harga, ini menjadi problem ya. Terjadi disparitas harga yang sangat tinggi antara petani mandiri, dengan petani yang tergabung dalam asosiasi. Petani asosiasi itu tuh, harganya berada pada angka 2.300 sedangkan petani mandiri, hanya menjual dengan harga 700. Karena dianggap pertama bibitnya tidak berkualitas, yang kedua panennya itu tidak beragam. Sehingga memang ini nih oleh pabrik menyatakan ini kualitasnya kurang bagus. Inilah yang sebetulnya kita lihat, kita coba mengamankan kondisional itu, bagaimana membina petani sawit supaya dia berbudidaya dengan kualitas unggulannya itu tuh,” terang yang akrap disapa Dt Intan Bano.
Diketahui juga dari penuturan anggota DPRD tiga periode tersebut jumlah peserta yang hadir pada sosialisasi perda itu, ada sebanyak 175 orang. “Kita di sini banyak, 175 orang,” tutupnya.
Selanjutnya, Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat (PTPH) yang juga hadir, diwakili Kepala Bidang Tanaman Semusim dan Rempah, Agustian (Kabid) pun juga memberikan statemennya.
“Acara ini kan memang acara sosialisasi Perda nomor 3 tahun 2023 yang sudah digagas, dan diinisiasi oleh anggota dewan bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, lahirlah Perda ini. Kemudian nanti apa yang tertera ini, terutama yang 4 komoditi ini, akan kita tidaklanjuti dengan peraturan Gubernurnya. Secara teknis akan kita jabarkan yang terkait dengan tata kelola komuditi unggulan ini. Mulai dari pengelolaannya sampai nanti pemasarannya, mulai dari budidaya kemudian akhirnya pemasaran,” ucap Agustian.
Seterusnya senada dengan yang disampaikan Dt Intan Bano terkait petani asosiasi dengan petani swadaya, Agus dari sisi eksekutif menyampaikan bahwa Pemerintah nantinya melalui Perda tersebut, berusaha untuk mengatasi permasalah petani yang swadaya dengan Peraturan Gubernur (Pergub).
“Kita melalui perda ini akan menerbitkan nantinya suatu peraturan Gubernur, bagaimana kita bisa mengatasi permasalahan petani swadaya ini. Di dalam penetapan harga TBS itu yang selalu jadi masalah, itu dalam rendemen sawit. Jadi para Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ini, selalu mengadalkan atau selalu mempermasalahkan masalah rendemen. Dia mengatakan, petani swadaya ini hasil atau TBSnya itu rendemenya sangat rendah sekali. Bahkan katanya hanya 18% padahal normalnya saja ini paling rendah 23%. Jadi kedepanya nanti kita pingin di tiap Kabupaten itu, punya ketetapan mengenai rendemen. Jadi dengan dasar itulah nanti kita bisa membantu petani kita itu untuk melakukan miitra dengan PKSnya, itulah yang ditindaklanjuti dengan Pergub. Jadi tiap Kabupaten penghasil sawit itu, punya standar rendemen bagi petani yang swadaya kalau petani yang bermitra sudah jelas itu, merekapun selalu dibina dengan PKSnya,” urainya.
Lebih lanjut Agustian memaparkan upaya yang dapat dilakukan para petani agar, harga hasil produksi mereka dapat meningkat dengan cara yaitu, memakai bibit yang bersertifikat, memastikan cara pengelolaan (budidaya)nya itu sesuai aturan, hingga pemanenanya pun perlu diperhatikan.
“Kita menganjurkan petani untuk berbudidaya yang baik, pertama memakai bibit yang bersertifikat, malakukan pemupukan dengan tepat dosis, pengendalian hama penyakit dengan baik dan benar, dan kemudian juga melakukan pemanenan yang tepat waku. Itulah yang kita harapkan kepada petani kita, agar dapat menghasilkan produksi yang berkualitas baik, itu yang kita sarankan ke petani kita/pekebun kita,” terangnya.
Kembali mengulang yang disampaikan sebelumnya, sekaligus mempertegas, Agustian menyebutkan untuk komoditi kelapa sawit, para pabrik kelapa sawit sebutkan asal usul benih petani itu tidak jelas (tidak bersertifikat), ia pun katakan tidak semua petani swadaya demikian.
“Untuk komiditi kelapa sawit yang jadi masalah bagi petani swadaya adalah selalu rendemen sawitnya rendah yang dikarenakan asal usul benihnya tidak jelas (tidak bersertifikat) kata pabrik kelapa sawit (PKS), padahal tidak semua petani swadaya yang demikian,” tutupnya.
Seterusnya salah satu peserta sosialisasi yang enggan disebutkan namanya, berharap aturan (Perda) yang dibuat itu, benar benar dapat menyentuh masyarakat.
“Terkait sosialisai ini bagus. Mudah mudahan peraturan peraturan peratun yang dibuat atau yang disahkan di Provinsi itu nantinya, dapat menyentuh sampai kemasyarakat akar rumput,” ucapnya.
Hadir dalam acara sosialisasi, Camat Sungayang Narti diwakili Sekretaris Kecamatan Yogi (Sekcam), Wali Nagari Andaleh Baruh Bukik Afrizal (Nanang) diwakili Sekretaris Nagari (Seknag), Wali Nagari Tanjung Ridwan Amri, Wali Nagari Sungai Patai Dedet Syukri, dan seluruh unsur nagari se- Kecamatan Sungayang.
Masing masing peserta sosialisasi, usai kegiatan juga memperoleh uang transportasi dari kegiatan tersebut sebesar Rp 150.000/orang. (Spa)
Discussion about this post