Pariaman — Persoalan munculnya sejumlah alat peraga kampanye (baliho) dari oknum bacaleg DPR RI dan bacapres yang terpasang di tiang-tiang reklame (billboard) milik Pemko Pariaman, sontak menimbulkan spekulasi publik.
Tak ayal, sejumlah kejanggalan yang menyebabkan tanda tanya besar, kenapa baliho tersebut bisa terpasang di tiang-tiang reklame aset kepunyaan Pemko Pariaman, sekelebat mengkoneksikan sebuah persepsi: antara kedekatan bekas Walikota Pariaman Genius Umar dengan wajah-wajah peserta pemilu yang ada dalam baliho yang difasilitasi pemko.
Sebab sejauh ini tak ada satupun OPD yang mau bertanggungjawab, atas penampakan baliho-baliho besar bacaleg dan bacapres yang terang dilarang dalam aturan perundang-undangan itu. OPD-OPD yang menjadi stakeholder dalam kasus ‘baliho ilegal’ ini seketika berkelit, takut bicara tentang indikasi yang melibatkan ‘bos’ mereka.
Padahal keberadaan baliho itu telah terpampang jelas di depan mata khalayak ramai, beberapa waktu sebelum Walikota Genius Umar turun tahta kembali jadi rakyat jelata per 9 Oktober 2023, di lokasi-lokasi strategis di ruas-ruas jalan utama.
Selain merugikan penghasilan daerah, dari sektor pendapatan pajak reklame yang notabene adalah pendapatan terbesar dari Pemko Pariaman, baliho-baliho yang dipergunakan sebagai alat peraga kampanye itu juga tegas dilarang dalam Peraturan KPU dan peraturan perundang-undangan lainnya, sebab mengandung unsur pidana.
Pakar hukum pidana Zulnaidi menyebutkan, penampakan atribut kampanye oknum bacaleg DPR-RI dan bacapres yang terpajang di papan reklame milik pemerintah, adalah sebuah tindakan kejahatan pemilu yang terstruktur, masif dan sistimatis (TMS), dengan melibatkan sejumlah OPD dan ASN di banyak instansi pemerintahan.
Ia menyebutkan bukan hanya pidana, namun juga sudah merugikan keuangan daerah karena mencatut pendapatan daerah dari sektor pajak reklame. Mantan Ketua KPU Padang Pariaman yang sudah 10 tahun mengisi jabatan komisioner KPU ini mengurai, selain melanggar PKPU, kejadian ini juga terindikasi memenuhi unsur pelanggaran terhadap UU ASN, UU Pemilu serta tak terkecuali Perda Kota Pariaman yang mengatur penggunaan papan reklame.
Bahkan lebih naifnya, pencatutan papan reklame milik pemerintah yang digunakan untuk kepentingan kampanye bacaleg dan bacapres disinyalir juga bermuatan unsur korupsi. “Itu kan papan reklame milik pemerintah tercatat sebagai aset pemerintah, penggunaannya tentu untuk sarana sosialiasi pemerintah dan pembangunan daerah, lihat kegunaannya di Perda Nomor 12 Tahun 2012, dan Perda Nomor 5 Tahun 2014 perubahan atas Perda 12/2012,” jawab praktisi hukum ZP Consulting ini.
“Analisa lainnya adalah keterlibatan ASN di UU ASN yang wajib netral, tidak memberikan fasilitas kepada para peserta pemilu. Lalu larangan kampanye menggunakan billboard komersil dalam aturan PKPU Kampanye. Setelah itu larangan kampanye di luar jadwal ada diatur dalam UU No.7 Tahun 2017,” terangnya lagi.
Lantas bagaimana reaksi Bawaslu dan aparat penegak hukum menanggapi kasus yang masuk ke dalam ranah kejahatan Pemilu ini. Sebab larangan menggunakan fasilitas pemerintah untuk sarana promosi politik praktis bagi bacaleg dan bacapres yang difasilitasi oleh Pemko Pariaman ini, jelas dengan terang-terangan telah melibatkan banyak pihak serta merugikan keuangan daerah.
Bagaimana mungkin sebegitu beraninya Pemko Pariaman terlibat aktif mempromosikan salah satu bacaleg dan bacapres dengan memakai fasilitas daerah seenaknya, dan keberadaan alat peraga kampanye itu ditakuti seluruh stakeholder di lingkungan pemerintah kota jika tak ada yang berada di balik perbuatan kejahatan Pemilu itu semua. So.. Kita tunggu saja episode selanjutnya. (IDM)
Discussion about this post