Bukittinggi — Munculnya informasi tentang tingginya nilai sewa lahan yang dibayarkan oleh Pemko Bukittinggi kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI), terhadap lahan eks Stasiun Kereta Api yang digunakan untuk penampungan pedagang Pasar Bawah di kota tersebut, dimana nilainya lebih empat kali lipat dari harga sewa yang diberikan PT KAI kepada masyarakat biasa, membuat beberapa Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bukittinggi angkat bicara.
Mereka menilai bahwa pihak Pemko tidak cakap dalam bernegosiasi sehingga berkemungkinan dengan besarnya harga sewa lahan yang ditetapkan dapat berpotensi pemborosan anggaran perbelanjaan daerah, yang dikhawatirkan dapat merugikan keuangan daerah, seperti yang dikatakan oleh anggota Banggar DPRD Bukittinggi Rahmi Brisma baru-baru ini kepada wartawan saat ditemui pada sela-sela rapat pembahasan anggaran antara TAPD Pemko dan Banggar DPRD Bukittinggi di Emersia Hotel Kota Batusangkar.
“Jika nilai sewa tersebut memang seluruhnya masuk ke PT KAI, menurut kita itu sih tidak masalah, namun takutnya jika jumlah nilai sewa itu ada pihak-pihak yang memainkannya sehingga memunculkan nilai yang tinggi tersebut, nah, ini baru masalah,” sebutnya.
Menurut Rahmi, persoalan adanya selisih nilai sewa yang cukup besar yang terjadi, berkemungkinan PT KAI menilai tergantung komersialisasi karena mungkin saja pertimbangannya bisnis, sementara pertimbangan kepada masyarakat aspek sosial, namun dari sisi pengawasan anggaran perbelanjaan kita tentu nilai bagaimanapun kita dirugikan, karena ketidak cakapan Pemko dalam melakukan penawaran. “Nah….., apa yang menjadi pertimbangan tersebut, tentu musti dipertanyakan juga kepada pihak PT KAI-nya,” katanya.
Senada dengan itu, Dedi Patria Anggota Banggar DPRD Bukittinggi juga menyebutkan bahwa pada pembahasan anggaran tahun sebelumnya, pada prinsipnya seluruh Anggota Banggar menyetujui mata anggaran APBD untuk dibelanjakan pada pembangunan penampungan pedagang pasar bawah tersebut, namun bukan berarti menyetujui nilai sewa yang dibayarkan musti sebesar itu.
“Soal plafon anggaran itu kan sifatnya relatif, karena yang namanya perbelanjaan APBD itu tidak selalu berorientasi pada profit orientit, namun lebih kepada pelayanan kepada masyarakat, termasuk tata pola penataan ruang kota. Tapi, berkali-kali sering kita ingatkan, bahwa jangan sampai perbelanjaan yang dimaksud dapat menjadi catatan pemborosan anggaran dikemudian hari, sebab ini sifatnya hanya penampungan pedagang,” tekannya.
Mengenai penentuan negosiasi nilai kontrak sewa, menurut Dedi dirinya tidak begitu tahu, sebab sejauh informasi yang didapat oleh Banggar DPRD selama ini, PT KAI sendiri yang menetapkan harga. “Sebelum munculnya informasi berita yang beredar bahwa Sekda Bukittinggi mengatakan adanya pihak ketiga (KPKNL) bersama PT KAI menentukan nilai sewa, sejauh ini kita hanya tahu PT KAI lah yang menentukan harga sewa, jadi memang kalau soal itu sebelumnya saya belum tahu,” katanya.
Tingginya nilai sewa lahan yang dibayarkan Pemko Bukittinggi kepada PT KAI juga ditanggapi oleh Asril anggota Banggar DPRD lainnya. Kepada wartawan Asril juga mengatakan bahwa dengan ditemukannya selisih harga sewa tersebut, ini tentu musti dijelaskan oleh Pemko, sebab meskipun dalam plafon rencana anggaran sudah disiapkan, namun tidak serta merta nilai plafon tersebut harus dibayarkan seluruhnya.
“Ini yang sering juga kita ingatkan terkhusus pada perbelanjaan persiapan penampungan pedagang pasar bawah di lokasi lahan PT KAI di stasiun tersebut, bahwa tidak musti nilai plafon musti dibelanjakan seluruhnya, karena disinilah kepiawaian Pemko dalam bernegosiasi harga. Kenapa kita musti bayar mahal jika harga bisa rendah…?” ungkapnya heran.
Mengenai pernyataan Sekda Bukittinggi yang mengatakan hitungan harga sewa lahan tersebut adalah atas dasar perhitungan KPKNL bersama PT KAI yang dibantah pihak KPKNL, bahwa KPKNL tidak memiliki kewenangan menghitung asset PT KAI, menurut Asril ini musti diluruskan kembali oleh Sekda.
“Saat ini kan kita tengah melakukan rapat pembahasan anggaran dengan pihak Pemko, nah…., di sini kita sudah tanyakan itu kepada Sekda, bahwa fakta pemberitaan di media, pernyataan Sekda tersebut dibantah oleh pihak KPKNL. Kita berharap ke depan Sekda musti memberikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat, agar tidak ada mis komunikasi terjadi sehingga membuat kesimpang siuran informasi ditengah masyarakat,” terangnya.
Di sisi lain, Ketua DPRD Kota Bukittinggi Benny Yusrial kepada wartawan mengatakan, bahwa saat ini belum bisa memberikan keterangan jelas perihal tingginya nilai kontrak sewa yang dibayarkan pihak Pemko Bukittinggi kepada PT KAI. “Untuk sementara waktu saya meminta maaf pada media karena belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut perihal itu, sebab hal ini tengah kita bahas bersama pihak dinas terkait dan sekda, jadi sebelum semuanya jelas dan terang, saya harap pihak media untuk bersabar dulu ya…,” tutupnya mengakhiri keterangan. (Jhon)
Discussion about this post