Bukittinggi — Pasca keluarnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat tanggal 16 Mei 2023, selain ditemukannya potensi kerugian keuangan negara/daerah senilai Rp 1.8 miliar lebih pada pelaksanaan pekerjaan pembangunan Street Food Kota Bukittinggi tahap I di lahan PT KAI di Stasiun Bukittinggi, di balik itu ternyata nilai sewa yang harus dibayarkan oleh Pemko Bukittinggi melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian kepada PT KAI selama 5 tahun ke depanpun (berdasarkan addendum kontrak sewa kedua nomor KL.701/IX/17/KA-2922 tanggal 27 September 2022) adalah sebesar Rp 9.715.901.278 di atas lahan seluas 20.000 M2 (dua hektar), atau Rp 1,9 miliar lebih per tahunnya.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi tokoh-tokoh masyarakat di Kota Jam Gadang tersebut, hingga menimbulkan upaya pelaporan hukum ke pihak penegak hukum tingkat pusat. Menurut keterangan yang diberikan koordinator Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Young Happy kepada wartawan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan upaya pelaporan dugaan pelanggaran hukum tersebut kepada Kapolri. “Kita menilai dalam kontrak sewa antara Pemko Bukittinggi melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah terjadi dugaan penggelembungan nilai kontrak di atas nilai kontrak sewa reel berdasarkan acuan kontrak sewa kepada masyarakat di lokasi yang sama,” sebutnya.
Dia juga menjelaskan bahwa penggelembungan yang dimaksud dinilai dari nilai kontrak sewa yang diberikan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bukittinggi kepada PT KAI jauh di atas nilai kontrak sewa masyarakat biasa kepada PT KAI. “Jika kita lihat nilai kontrak sewa Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bukittinggi kepada PT KAI itu kan mencapai Rp 1,9 miliar lebih permeter pertahunnya di atas tanah seluas 2 hektar. Nah…. jika itu dibagi, maka munculah harga per meternya Rp 97 ribu lebih, sementara yang kita ketahui di lokasi yang sama paling tinggi masyarakat menyewa hanya Rp 24 ribu/meter pertahunnya. Jadi, inilah yang menjadi kecurigaan bagi kita terhadap perbuatan kontrak sewa tersebut, kenapa Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bukittinggi membayar mahal kontrak sewa tersebut, padahal Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bukittinggi mengontrak secara borongan untuk digunakan sebagai penampungan pedagang, kan? Sementara masyarakat yang menyewa di bawah 100 M2 saja hanya menyewa Rp 24 ribuan per meternya,” katanya heran.
Menurut Young Happy, Pemko Bukittinggi melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian musti menjelaskan kepada masyarakat, aturan perundangan yang mana yang mereka jadikan referensi dalam menentukan nilai kontrak sewa tersebut, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan masyarakat Bukittinggi kedepannya. “Kita berharap dalam hal ini Pemko Bukittinggi musti transparan, sebab bagaimanapun kita yakin bahwa tujuan Pemko menyewa tanah milik PT KAI guna dijadikan sebagai tempat penampungan pedagang yang meskipun belum ada bencana kebakaran pasar-pasar di Bukittinggi terjadi adalah niatnya baik, namun jika dilakukan dengan cara tidak baik tentu hasilnya pun akan tidak baik juga,” tekannya.
Sekretaris Daerah Kota Bukittinggi, Martias Wanto saat dimintakan penjelasannya atas perihal tingginya nilai sewa kontrak lahan PT KAI yang dibayarkan oleh Pemko Bukittinggi, kepada wartawan dirinya mengaku bahwa besaran nilai kontrak tersebut bukanlah kewenangan Pemko Bukittinggi untuk menentukannya, namun mutlak atas hasil hitungan keputusan PT KAI. “Soal hitungan final nilai sewa, itu telah kita terima dari PT KAI, dimana sebelumnya PT KAI meminta penilaian dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), karena begitulah aturan mekanisme yang musti kita lalui,” terangnya saat dilansir melalui WhatsApp.
Martias juga menambahkan bahwa dalam negosiasi penentuan harga sewa, Pemerintah Kota Bukittinggi dilarang melakukan negosiasi langsung. “Inilah yang membuat pihak kita tidak bisa melakukan negosiasi harga sewa secara langsung, karena terbentur aturan perundangan yang mengikat, jadi segitulah nilai sewa yang kita dapatkan. Namun…. jika wartawan ingin bertanya lebih lanjut, silahkan tanyakan kepada Isra Yonza, karena dialah yang mengikuti seluruh alur proses perjanjian kontrak sewa tersebut, mulai dari tawar menawar harga sewa hingga keputusan akhir,” sebut Martias Wanto sembari menutup keterangannya.
Pihak kantor PT KAI cabang Bukittinggi, Ahmet, ketika dimintakan penjelasannya atas tingginya nilai kontrak sewa yang mereka berikan kepada Pemko Bukittinggi, mengaku tidak tahu menahu atas perihal tersebut. “Kami di sini tidak tau menahu soal nilai kontrak sewa tersebut Pak, sebab itu semua kewenangan di atas. Saat rencana kontrak itu dilakukan, kami di sini hanya dimintakan menghitung jumlah meter tanahnya saja, tidak lebih dari itu kok Pak,” katanya.
Namun ketika wartawan menanyakan jumlah meter tanahnya berapa, Ahmet langsung mengelak dengan alasan dia bukanlah orang teknik. “Wah…. kalau itu saya juga tidak tahu Pak, soalnya saya bukanlah orang teknik, namun di sini saya hanya berperan sebagai orang administrasi saja,” katanya seolah menutup informasi kepada wartawan.
Di sisi lain, perihal penjelasan dari Sekretaris Daerah Bukittinggi, dibantah langsung oleh pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bukittinggi. Melalui Pelaksana Kasi Pelelangan KPKNL Bukittinggi Muhammad Teguh Ariyanto kepada wartawan mengatakan bahwa KPKNL tidak memiliki kewenangan menghitung ataupun menilai besaran kontrak sewa PT KAI kepada Pemko Bukittinggi, karena asset PT KAI bukanlah asset negara. “Asset PT KAI itu bukan merupakan asset negara, jadi kita di sini tidak berkewenangan menilai serta menghitungnya. KPKNL hanya mengawasi asset negara saja, nah kenapa kita katakan asset PT KAI bukan asset negara, sebab PT KAI adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), jadi asset BUMN meskipun itu Badan Usaha Milik Negara, namun assetnya bukanlah asset negara,” jelasnya.
Perihal lembaga mana yang berhak menghitung nilai sewa lahan PT KAI tersebut, Ari mengatakan tidak tahu. “Walaupun pernyataan Sekretaris Daerah Bukittinggi yang mengatakan bahwa KPKNL yang menilai itu, tegas kita katakan di sini itu bukanlah kewenangan kita, jadi dari mana jumlah nilai sewa kontrak lahan PT KAI tersebut dikeluarkan, ya….. tentu kita tidak tahu, dan ini musti dipahami seluruh pihak,” ungkapnya mengakhiri. (Jhon)
Discussion about this post