Mukhlis Rahman, beliau adalah seorang wali kota yang menjabat selama 2 periode di Kota Pariaman. Wali kota pertama yang dipilih secara langsung melalui proses demokrasi di Kota Pariaman tahun 2008 lalu.
Pada periode kepemimpinan pertamanya, tahun 2008 s/d 2013, beliau berpasangan dengan alm. Helmi Darlis sebagai wakil wali kota. Di periode kedua, tahun 2013 s/d 2018, wakilnya adalah Genius Umar yang merupakan Wali Kota Pariaman saat ini.
Mukhlis Rahman sebelum menjabat wali kota, dia merupakan seorang ASN dengan jabatan terakhir sebagai Sekda Kota Pariaman.
Secara pribadi penulis tidak memiliki hubungan yang dekat dengan beliau. Penulis memperkirakan beliau pun juga tidak kenal dengan penulis.
Hanya saja di beberapa kesempatan, penulis pernah mendapatkan kesempatan berfoto bersama dengan beliau. Di antaranya saat penulis menerima penghargaan sebagai salah satu Pemuda Pelopor Kota Pariaman tahun 2017.
Penghargaan itu beliau langsung yang memberikan secara simbolis setelah pelaksanaan upacara Sumpah Pemuda ketika itu di halaman kantor wali kota.
Ada banyak hal menarik yang menjadi catatan penulis tentang beliau di saat menjabat sebagai Wali Kota Pariaman. Di antaranya adalah perhatian beliau terhadap dunia pendidikan.
Pada masa pemerintahan beliau di periode pertama, Mukhlis Rahman mencetus program unggulan Wajib Belajar 12 Tahun untuk pelajar Kota Pariaman.
Tidak hanya mewajibkan belajar minimal 12 tahun saja, namun program tersebut juga didukung dengan menggratiskan seluruh biaya pendidikan. Artinya di Pemko Pariaman memberlakukan gratis biaya sekolah mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Program unggulan tersebut jelas sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat Kota Pariaman, termasuk penulis sendiri.
Penulis adalah satu di antara pelajar Kota Pariaman yang langsung menikmati program sekolah gratis tersebut.
Penulis masuk Sekolah Menengah Atas pada tahun 2008, yaitu di SMAN 3 Pariaman setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Pariaman.
Sehingga dengan adanya Program Wajib Belajar 12 Tahun dan tanpa biaya tersebut, nyaris orang tua penulis tidak mengeluarkan uang sepersenpun, untuk biaya bulanan dan pembangunan mulai dari SD sampai tamat SMA.
Bersekolah di SMAN 3 Pariaman yang tidak jauh dari rumah, tentu sangat menambah semakin hematnya pengeluaran keluarga kami untuk kebutuhan sekolah. Benar-benar dirasakan sekali dampak positifnya.
Kita patut bersyukur program yang digagas masa pemerintahan Mukhlis Rahman itu masih berlanjut sampai sekarang.
Meski sekolah tingkat SMA sudah di bawah pengelolaan Dinas Pendidikan Provinsi, namun semangat dan komitmen yang sama masih dipertahankan oleh Pemerintah Kota Pariaman saat ini yang dipimpin oleh Genius Umar yang sebelumnya merupakan wakil beliau di periode kedua menjabat sebagai wali kota.
Bahkan pemerintah sekarang juga memperkuat program bidang pendidikan dengan melahirkan program Satu Keluarga Satu Sarjana yang sering disingkat Saga Saja.
Hal berkesan lainnya yang penulis dapati ketika pemerintahan Wali Kota Mukhlis Rahman adalah lahirnya Program Magrib Mangaji dan pemberlakuan aturan pembatasan jam bermain orgen tunggal sampai jam 12 malam di semua bentuk hajatan.
2 program itu menjadi berkesan bagi penulis. Sebab program tersebut direalisasikan ketika beliau kembali dari pelaksanaan ibadah haji.
Jujur ada momen yang membuat penulis sampai terharu bahkan sempat sedikit mengeluarkan air mata, di saat beliau memaparkan program itu, ketika memberikan kata sambutan di sebuah forum yang penulis hadiri.
Penulis berkesimpulan ketika itu, terealisasikannya program tersebut buah dari keberkahan yang didapat oleh beliau dari tanah suci (renungan penulis pribadi). Arti lain, direalisasikannya program tersebut merupakan buah tangan beliau dari sepulang haji.
Program Magrib Mengaji
Program Magrib Mengaji merupakan program yang diperuntukkan bagi setiap ASN di lingkungan Pemerintah Kota Pariaman. Program ini mengarahkan setiap ASN untuk melakukan ibadah sholat magrib di masjid-masjid tempat ASN tinggal. Selain itu juga dibentuk tim yang melihatkan OPD sesuai dengan jadwal yang dibuat.
Beliau membawa seluruh pegawai /pejabat di setiap OPD untuk magrib berjamaah secara bergilir dari masjid ke masjid, hingga ke pelosok-pelosok desa. Setelah sholat magrib kegiatan dilanjutkan dengan membaca al-quran bersama.
Program tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk bawahannya saja, namun beliau pun juga ikut langsung memimpin pelaksanaan program tersebut. Turut hadir memimpin tiap kali kegiatan dihelat.
Kegiatan magrib mengaji diharapkan berdampak dengan terjalinnya silaturahmi pemerintah dengan masyarakat secara langsung.
Adanya interaksi antara tokoh masyarakat setempat dengan pemerintah, tak jarang kesempatan itu dijadikan sebagai sarana penyampaian keluh kesah dan penyaluran aspirasi bagi masyarakat.
Di sisi lain pemerintah pun juga bisa melihat bagaimana tingkat pengelolaan masyarakat terutama generasi muda yang mengikuti pendidikan al-quran di desa yang dikunjungi.
Pembatasan Waktu Orgen Tunggal
Program pembatasan jam tayang orgen tunggal juga menjadi perhatian khusus beliau di kala itu. Pemerintah kota membuat tim khusus yang terdiri dari unsur TNI, Polri, Satpol PP untuk melakukan patroli tiap malamnya, guna memastikan masyarakat tertib dengan aturan yang dibuat.
Harus kita akui, program tersebut sangat berdampak sekali kepada masyarakat umum. Karna mampu mewujudkan kenyamanan dan keamanan masyarakat sekitar pemilik hajatan.
Selain terwujudnya keamanan dan kenyaman, diberlakukannya pembatasan jam tayang orgen tunggal tersebut dapat mempersempit terjadinya transaksi jual beli minuman keras, yang biasa menjadi konsumsi sebagian penikmat hiburan orgen tunggal, baik pada acara hajatan pernikahan maupun acara hiburan bertajuk kesenian.
Namun pada akhirnya setelah beliau tidak lagi menjabat, program ini tidak lagi berjalan dengan efektif, meski Pemko Pariaman sendiri sudah melahirkan Perda Ketertiban Umum.
Pelimpahan pengawasan kegiatan yang menggunakan orgen tunggal yang dialihkan ke pemerintahan desa dengan menugaskan kepada dubalang dan tokoh masyarakat, menurut penulis tidak lagi efektif. Justru tidak jarang memberikan celah untuk terjadinya pelanggaran.
Hal itu dibuktikan dengan sudah seringnya ditemukan pada hajatan, permainan musik oleh orgen tunggal yang masih berlangsung meski sudah melewati jam 12 malam, bahkan ada juga yang tetap ‘on air’ mendekati subuh.
Fokus lagi kita kepada sosok Mukhlis Rahman. Selepas menyelesaikan amanah sebagai wali kota, praktis penulis tidak terlalu mengikuti kegiatan atau aktivitas beliau. Sesekali penulis hanya melihat dan menyimak lewat postingan-postingan beliau di media sosial.
Perhatian penulis kembali tertuju kepada beliau saat momen pemilihan Gubernur Sumatera Barat 2018 lalu. Nama beliau sempat digadang-gadangkan akan menjadi salah satu kandidat calon gubernur.
Awalnya penulis mengira beliau benar akan mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik karna tidak sedang menjabat lagi sebagai wali kota, ternyata dugaan penulis salah.
Beliau ternyata tidak ikut mencalonkan diri. Hal tersebut berbeda dengan Ali Mukhni Bupati Padang Pariaman 2 periode yang akhirnya menjadi calon wakil gubernur dengan berpasangan dengan Mulyadi.
Ali Mukhni ketika itu mantan Bupati Padang Pariaman yang juga merupakan seorang Ketua DPW PAN Sumbar. Sedangkan Mulyadi adalah Ketua DPW Partai Demokrat Sumbar yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Anggota DPR RI.
Selain Ali Mukhni, Pilgub juga diikuti oleh Genius Umar yang ketika itu sedang menjabat sebagai Wali Kota Pariaman. Regulasi yang memberikan ruang, akhirnya beliau gunakan dengan maju menjadi wakil dari calon gubernur Irjen Fakhrizal melalui jalur independen.
Sedangkan jabatan Wali Kota Pariaman selama masa pemilihan gubernur dijalankan oleh Mardison Mahyuddin sampai proses Pilgub selesai.
Penulis kembali berasumsi, atau jangan-jangan Mukhlis Rahman tidak ikut kontestasi Pilgub karna membidik pemilihan legislatif 2019 dengan maju sebagai salah satu calon anggota DPR RI.
Penulis meyakini bahwa ketokohan beliau masih sangat diterima oleh masyarakat Pariaman untuk maju pada pemilihan legislatif. Ternyata dugaan penulis keliru lagi.
Muncul pertanyaan dalam diri penulis, kenapa ya kok beliau tidak mau lagi terjun ke dunia politik untuk melanjutkan karir beliau setelah tidak lagi menjabat sebagai wali kota.
Justru penulis mendapati beliau lebih sering melakukan aktivitas sosial dan aktivitas kemasyarakatan. Bahkan beliau aktif di dunia pendidikan dan keagamaan dengan melahirkan pondok pesantren di Kota Pariaman.
Penulis juga sering mendapati beliau memposting nasehat-nasehat agama dan hadist Rasulullah di media sosial Facebook beliau.
Hampir setiap pagi beliau mempostingnya, penulis menduga beliau sebelum subuh sudah melakukan aktivitas ibadah seperti membaca kitab hadist. Hal tersbut dapat dilihat dari waktu yang tertera pada postingan yang beliau buat. Penulis juga sering memberikan tanda ‘like’ di postingannya.
Singkat cerita akhirnya penulis mendapatkan jawaban, kenapa beliau tidak mau lagi mengambil bagian dari percaturan politik setelah menyimak wawancara di salah satu podcast, kurang lebih 2 minggu sebelum Ramadhan 1444 H lalu.
Jadi di podcast tersebut beliau menjelaskan alasan kenapa tidak lagi mau terjun di dunia politik. Menurut penulis alasan beliau sangat sederhana sekali. Beliau ingin menghabiskan masa-masa tuanya dengan keluarga, sembari membenahi diri dengan memperkuat ibadah kepada Allah SWT.
Pendirian Pondok Pesantren Al-Mughni dijadikan sebagai sarana untuk menambah investasi amal jariah beliau nantinya.
Beliau menyadari bahwa selama menjabat dan menjalankan amanah di pemerintahan, tentu tidak ada jaminan semua yang dilakukan adalah benar.
Pasti ada kekeliruan yang beliau buat baik disengaja atau tidak disengaja. Sehingga dengan fokus pada memaksimalkan masa-masa senjanya dengan penguatan amal ibadah dan amal jariyah, dapat menjadi pelebur kesalahan yang pernah dibuat.
Tentu ini adalah sebuah keputusan yang bijaksana yang dapat kita tauladi dari sosok Mukhlis Rahman. Apa yang dilakukan oleh Mukhlis Rahman ini juga sejalan dengan beberapa tokoh lainnya lakukan.
Seperti Irwan Prayitno Gubernur Sumbar 2 periode yang memilih mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dengan menjadi Rektor Kampus Azkia yang berada di Padang.
Hal senada juga dilakukan oleh salah satu tokoh nasional yaitu mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla yang fokus menjadi Ketua Dewan Masjid Indonesia.
Berbeda halnya dengan sebagain besar orang yang cendrung masih tergiur dengan jabatan politik meski sudah pensin dan memasuki usia senja.
Akhirnya penulis mendoakan semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, keberkahan umur, dan rezki buat Mukhlis Rahman dan keluarga. Sosok beliau telah ikut andil memberikan pendidikan bagi penulis sebagai generasi muda.
Bahwa menjadi pejabat bukanlah orientasi sampai mati. Tapi ada masanya. Ketika masanya selesai, maka memberikan ruang dan kesempatan kepada yang lainnya adalah keputusan yang bijak, guna terbentuknya kaderisasi kepemimpinan yang berkelanjutan. ***
Discussion about this post