Reportaseinvestigasi. com. JAKARTA — Memasuki usia ke-32, Dompet Dhuafa (DD) terus menunjukkan konsistensinya dalam memperkuat peran zakat sebagai instrumen pembangunan ekonomi umat. Bertempat di Sasana Budaya, Gedung Filantropi DD, Ragunan, Jakarta Selatan, Dompet Dhuafa menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kolaborasi Pengelolaan Zakat untuk Pembangunan Ekonomi Umat”, Selasa (1/7).
FGD ini menjadi wadah dialog strategis lintas sektor yang melibatkan tokoh-tokoh penting dari lembaga amil zakat, akademisi, hingga regulator. Hadir dalam forum tersebut antara lain: Parni Hadi (Inisiator & Ketua Pembina DD), Yudi Latif, Haidar Bagir, Ahmad Juwaini, Noor Achmad (Ketua Baznas), Wildhan Dewayana (Ketua Forum Zakat), Waryono Abdul Ghofur (Kemenag), dan tokoh-tokoh lainnya.
Ketua Pengurus DD, Ahmad Juwaini, dalam pidatonya menegaskan arah baru lembaga zakat menuju “industri komunal” sebagai tahap lanjutan pemberdayaan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa zakat harus mampu naik kelas—bukan hanya membantu, tetapi juga menciptakan ekosistem produksi yang berdaya tahan.
“Industri komunal ini adalah fase baru yang kami jalankan, seperti yang sudah dilakukan bersama petani nanas di Cirangkong, Subang. Selain penyediaan lahan berbasis wakaf dan infak, kami juga hadir dalam aspek kesehatan, pendidikan, hingga distribusi hasil panen,” jelas Juwaini.
Dompet Dhuafa sendiri telah melahirkan beragam inisiatif ekonomi umat sejak awal berdiri pada 1993. Beberapa di antaranya adalah BMT, Kampung Ternak, Pertanian Sehat Indonesia, serta unit-unit usaha sosial seperti PT Karya Masyarakat Mandiri, Kafe Madaya, Green Horti, dan Filantrokopi.
Pada forum ini, konsep “filantropreneur” juga ditegaskan kembali sebagai identitas DD: lembaga filantropi yang tidak hanya memberikan bantuan, tapi mendorong kemandirian dan keberlanjutan penerima manfaat.
“Zakat harus dikelola secara efektif, efisien, dan transparan. Kami ingin mencetak penerima manfaat yang bertransformasi menjadi pengelola, bahkan donatur di masa depan,” tambahnya.
Ketua Baznas, Noor Achmad, melalui sambungan virtual, mengapresiasi kontribusi DD dalam menguatkan ekosistem zakat nasional. “Ide-ide dari Dompet Dhuafa sangat relevan. Kolaborasi antara lembaga zakat, pemerintah, dan masyarakat mutlak diperlukan untuk mengatasi kemiskinan,” ujarnya.
Senada, Parni Hadi, Ketua Pembina DD, menegaskan sikap independen lembaga yang tidak berafiliasi dengan kekuatan politik maupun mazhab tertentu. “Kami tetap konsisten sebagai lembaga inklusif yang terbuka untuk berkolaborasi,” katanya.
Dukungan juga datang dari Erick Yusuf (Wakil Ketua LSBPI MUI Pusat) yang menyebut program DD sejalan dengan fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 terkait zakat produktif. Ia menilai model pemberdayaan DD mampu menjadikan mustahik sebagai muzakki baru.
Sementara itu, Yudi Latif, Anggota Pembina DD, menyoroti pentingnya penguatan akar komunitas sebagai basis transformasi sosial. Ia menyebut Indonesia memiliki potensi besar dalam filantropi, terbukti dari peringkat pertama dalam World Giving Index selama empat tahun berturut-turut.
Ketua Forum Zakat (FOZ), Wildhan Dewayana, juga mendorong sinergi antar-lembaga zakat dengan empat pendekatan utama: komunikasi, harmonisasi, kolaborasi, dan integrasi. Ia bahkan mengusulkan pilot project berupa Beasiswa Zakat Indonesia, hasil kolaborasi lebih dari 11 lembaga zakat nasional.
Dompet Dhuafa kini telah menjelma menjadi salah satu kekuatan filantropi Islam terbesar di Indonesia, berkhidmat dalam lima pilar program: pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-kebencanaan, serta dakwah dan budaya, dengan semangat kolaboratif dan berkelanjutan.*
Red/amr
Discussion about this post