Jakarta – Ratusan warga muda usia diduga telah terjebak dalam masalah praktek kredit fiktif melalui program kerjasama PT. Jazmina Asri Kreasi (Jaztel) dengan bank pemerintah, Bank BRI.
Dugaan ini mengemuka ketika puluhan remaja mendatangi lembaga Gerai Hukum yang dikelola oleh Arthur Noija, SH. Para remaja itu mengadukan nasibnya dan meminta advokasi dari pihak Gerai Hukum. Mereka mengatakan telah terjebak kredit fiktif melalui dugaan manipulasi data yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi, PT. Jaztel.
“Sekitar 50 orang sudah meminta advokasi kepada lembaga Gerai Hukum, mereka terlibat dalam dugaan kredit fiktif yang diajukan PT. Jaztel kepada pihak Bank BRI dengan jenis produk Kredit Tanpa Agunan (KTA) bagi karyawan,” kata Arthur Noija kepada media ini beberapa waktu lalu.
Salah satu kejahatan yang semestinya diwaspadai oleh setiap orang adalah ketika menjadi nasabah sebuah bank. Kehati-hatian diperlukan agar tidak terjebak ke masalah transaksi fiktif perbankan, seperti yang terjadi pada puluhan bahkan ratusan remaja dan warga di Jakarta dan sekitarnya.
“Meskipun nama bank tersebut terkenal dan sudah terpercaya, kita harus kritis setiap melakukan transaksi. Semua orang harus kita curigai, meskipun itu para karyawan bank sekalipun,” ujar Arthur Noija selaku Ketua Tim Gerai Hukum saat ditemui di kantornya, Senin 29 Juni 2020.
Sebagai respon atas pengaduan para remaja dimaksud, pihak lembaga Gerai Hukum sudah melayangkan surat somasi kepada PT. Jaztel dan Bank BRI terkait permasalahan ini. Surat Somasi Ke-1 dengan nomor 001/SMS/GH/V/2020 telah dikirim tanggal 6 Mei 2020. Surat Somasi Ke-2 dengan nomor 001/SMS/GH/V/2020 tertanggal 3 Juni 2020 juga sudah dikirimkan.
“Sebagaimana yang kita ketahui bahwa data pribadi nasabah diketahui oleh pihak bank. Sebab itu para nasabah butuh perlindungan,” ujar Arthur.
Menanggapi surat somasi dari lembaga Gerai Hukum, pihak BRI Kantor Cabang Jakarta Tanah Abang telah memberi jawaban melalui surat nomor B/261/KC-V/AQ/06/2020 untuk jawaban Somasi Ke-1 dan nomor B/2664/KC-V/OPS/06/2020 untuk Somasi Ke-2. Dari kedua surat jawaban ini, pihak BRI tetap meminta pertanggung jawaban atas tunggakan sisa kredit pinjaman dari para remaja sebagai nasabah Bank BRI. Dalam surat balasannya, BRI juga menerangkan bahwa tidak ada kaitan hukum antara PT. Jaztel dengan BRI, karena kreditur sudah dianggap karyawan PT. Jaztel.
“BRI tetap menolak permintaan Gerai Hukum atas klien kami untuk mengeluarkan surat lunas dan tetap akan mengirimkan surat somasi atas tunggakan pinjaman yang ada, alasan BRI karena hubungan hukum klien kami adalah antara pekerja dan pemberi kerja,” jelas Arthur.
Menurut Arthur, kejahatan di Bank ialah kejahatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi yang memuat sanksi-sanksi pidana, sebagaimana tertera pada pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Berdasarkan hal itu, Gerai Hukum telah menyiapkan tiga pengacara untuk membantu para korban kredit fiktif ini, di antaranya Hendri Wilman, Sakti Ajie, dan Arthur Noija.
Untuk mengetahui kronologi dan modus operandi praktek kredit fiktif perbankan ini, Redaksi menemui beberapa korban yang merupakan klien dari Gerai Hukum. Di antara mereka ada tiga anak remaja itu yang masih berumur 19 s/d 20 tahun saat kredit diajukan oleh PT. Jaztel tahun 2018.
Ketiga remaja itu, Fauzan dan saudara kembarnya Fauzi, serta teman mereka Fahmi, mengungkapkan bahwa mereka mengetahui PT. Jaztel di wilayah Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, karena ada informasi pekerjaan. Ketiga remaja tersebut kemudian mendatangi PT Jaztel.
“Saya dapat info dari teman, ada pekerjaan untuk dipinjam jasanya. Saya dan anak lain akhirnya ikut dan disuruh datang lagi untuk melengkapi persyaratan dengan membawa KTP, NPWP dan KK. Setelah itu diajak untuk membuka rekening di Bank BRI,” ucap Fauzi dan Fauzan saat ditemui Redaksi pada Rabu 1 juli 2020 di Jakarta.
Menurut penuturan ketigannya, sebelum ke Bank BRI, mereka diberikan pengarahan agar mengikut petunjuk staf PT. Jaztel ketika sampai di Bank BRI Kantor Cabang Jakarta Tanah Abang. “Saya berangkatnya bukan dengan saudara saya, jadi dipisah. Saya dalam satu mobil, dan gak kenal sekitar 4 orang di dalam mobil. Jadi, katanya nanti sampai BRI tanda-tangan aja gak usah tanya, terus difoto, habis itu balik lagi ke Mangga Besar,” ungkap Fauzi.
Diceritakannya juga, tujuan ke Bank BRI untuk buka rekening tabungan, namun buku tabungan dan ATM tidak diberikan, ditahan staf PT. Jaztel yang mengantar mereka. “Tabungannya gak dipegang, katanya dipegang pihak PT, anak yang lain juga sama jadi ikut aja, dipikir akan dikasih nanti. Sampai saat ini gak dikasih, malah taunya sekarang dapat surat somasi dari BRI, belum bayar kredit senilai Rp. 420 juta. Sebelumnya, waktu itu saya tanya, katanya aman dan gak masalah,” cerita Fauzi.
Hal yang sama juga dialami Fauzan dengan tunggakan pinjaman sebesar Rp. 120 jutaan dan Fahmi Rp. 100 jutaan. “Begitu juga dengan korban lain yang sama nilainya sekitar Rp. 100 jutaan dan masih ada sekitar 40-an orang yang masih kami advokasi, dan pertanyaannya apakah wajar anak yang lulus sekolah menengah atas tahun 2017, kemudian bekerja dan ditahun 2018 menerima pinjaman Rp. 500 juta, dan pihak Bank? Analisa kreditnya bekerja atau tidak? Itu jadi pertanyaan kami,” sebut Hendri Wilman selaku kuasa hukum korban, Rabu 1 juli 2020 saat di wawancara Redaksi.
Untuk konfirmasi masalah ini, awak media inipun menghubungi pihak Bank BRI Cabang Jakarta Tanah Abang, tapi belum bisa ditemui. Begitupun ketika Redaksi menghubungi pihak kantor pusat BRI, belum mendapatkan jawaban dan nomor kontak untuk melakukan konfirmasi.
“Dari informasi yang dihimpun lembaga Gerai Hukum, korban terjebak dugaan kredit fiktif ini sekitar 270-an orang. Dan masih terus didalami. Pihak Gerai Hukum juga terus melakukan upaya hukum agar keadilan berpihak pada rakyat, bukan ke penjahat berkerah putih,” tegas Hendri. (Red)
Discussion about this post