Pariaman — Sejak diresmikan Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin pada Selasa (6/4) setahun yang lalu, tren aktifitas jual beli pedagang di Pasar Rakyat Pariaman terus menurun. Padahal, revitalisasi pembangunan Pasar Rakyat Pariaman ini telah menelan biaya Rp89,74 miliar melalui APBN dari Kementerian PUPR, namun dapat dikatakan tak mampu meningkatkan daya tarik pengunjung ataupun menggenjot daya jual pedagang.
Akibatnya sampai kini pedagang yang menghuni kios kios di Pasar Rakyat mengeluhkan nasibnya. Keadaan tersebut disinyalir dipicu oleh ketidakmampuan Wali Kota Genius Umar melalui OPD-nya dalam menata kelola pasar yang akhirnya berimbas pada sepinya pengunjung dan pembeli.
Hal itu dikemukakan para pedagang pasar, Jumat (20/5). Jika bisa memilih, pedagang pasar tersebut lebih menginginkan kondisi pasar sebelum direvitalisasi dengan status Pasar Serikat yang dikelola oleh beberapa nagari.
“Saya pribadi lebih memilih keadaan pasar seperti dulu. Dulu saya masih sanggup mensejahterakan keluarga, biaya anak-anak bisa sampai kuliah. Sekarang, sering tak ada jual-beli. Bahkan lebaran pun tetap tak ada pembeli, karna itu saya lebih memilih menutup kios semuanya,” keluh ‘N’ yang sudah berdagang di Pasar Pariaman sejak tahun 1990 ini.
Turun drastisnya omzet pedagang seperti dialami ‘N’ tak hayal disebabkan pada kekacauan tata kelola pasar. Sebab, menurut ibu yang punya 6 orang anak dan 3 kios di Pasar Pariaman ini, kios yang ditempatinya dulu berada di lantai 1. Tapi sekarang kesemua kios yang ia punya berada di lantai 3.
“Dulu 3 kios saya berada di lantai satu semua. Sekarang ketiga-tiganya berada di lantai 3. Tidak sesuai kesepakatan yang ada sebelum pasar lama dibongkar. Katanya dulu letak kios tetap berada pada posisi semula. Kalau ada di lantai satu, ya tetap dikasih di lantai satu. Tapi nyatanya tidak begitu. Namun saya masih berharap tempat kios saya dikembalikan seperti semula di lantai satu,” imbuhnya.
Pernah suatu ketika, terangnya mengisahkan, saking tidak adanya pembeli, dirinya lebih memilih menutup 2 kios yang lain. Namun, tanpa disangka, salah satu kios yang berisi pakaian dalam habis digenangi air diduga akibat rembesan air yang mengalami kebocoran dari atas. “Ya jadinya rusak dagangan saya. Sekarang masih ada bukti dagangan yang rusak direndam air itu menumpuk di rumah,” ulasnya.
Hal serupa juga dialami pedagang busana di lantai 1, inisial E. Kendati sudah berada di lantai 1, omzet yang didapat tak seperti dulu sewaktu pasar lama belum diruntuh. “Kalau omzet sekarang dibanding yang lama berkurang. Drastis malah. Sekarang dalam 2 hari itu kadang yang beli cuma satu paling banyak 2 helai pakaian. Bahkan jelang lebaran pun kami masih sepi pembeli. Malah ramai omzet pedagang kaki lima yang di luar,” sebut E yang diamini pedagang-pedagang lainnya.
Sekelumit persoalan yang terjadi di Pasar Rakyat Pariaman ini diketahui akibat belum adanya kejelasan serahterima atau hibah pasar dari Kementerian PUPR ke Pemko Pariaman, sehingga berdampak terhadap nasib pedagang.
Menurut informasi yang beredar, hal ini tentu tidak sesuai dengan konsekuensi yang pernah diutarakan pihak Pemko Pariaman melalui Dinas Koperindag, bahwa hibah Pasar Rakyat dari Kementerian PUPR ke Pemko Pariaman bisa memakan waktu 6 bulan sesudah peresmian pasar oleh Wapres Ma’ruf Amin (6/4/2021).
Miris hingga kini, sudah 14 bulan peresmian pasar berlalu, proses hibah pasar yang dijanjikan tak kunjung selesai. Menengarai hal ini, Kadis Koperindag Kota Pariaman yang saat ini dijabat Alyendra, belum dapat memberikan keterangan apapun, kendati media ini sudah berulang kali menghubungi dan menyambangi kantor Dinas Koperindag.
Saat itu Alyendra yang ditemui Rabu siang (18/5), ia mengaku sedang kedatangan tamu, walaupun sudah dijanjikan sebelumnya untuk keperluan konfirmasi. “Sedang ada tamu. Ada rapat kita hari ini,” sebut Alyendra. Bahkan terakhir, media ini kembali menghubungi Alyendra, Jumat (20/5) via ponsel, juga tak ada jawaban. (Idm)
Discussion about this post